Jakarta, Karosatuklik.com – Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, pertahanan menjadi isu krusial untuk menjaga kedaulatan negara. Tanpa pertahanan yang solid, keamanan yang kondusif, dan perlindungan terhadap warga negara, pembangunan yang efektif di Tanah Air juga sulit terwujud. Tak heran apabila pertahanan menjadi salah satu fokus utama selama sembilan tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Global Firepower (GFP) 2023, kekuatan militer Indonesia berada di peringkat ke-13 dari 145 negara di dunia. Peringkat ini lebih baik dibanding negara-negara sekelas Australia (peringkat 16), Iran (17), bahkan Israel (18).
Di Asia, kekuatan militer Indonesia berada di peringkat ke-6, di bawah Tiongkok (3), India (4), Korea Selatan (6), Pakistan (7), dan Jepang (8). Sementara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat versi peringkat GFP 2023, di atas Vietnam (19), Thailand (24), dan Singapura (29) yang dikenal memiliki anggaran pertahanan tertinggi di kawasan.
GFP mencatat Indonesia memiliki 1,08 juta personel militer, terdiri dari 400.000 personel aktif, 400.000 personel cadangan, dan 280.000 paramiliter. TNI Angkatan Darat didukung 314 tank dan 12.008 kendaraan lapis baja, sementara TNI Angkatan Udara diperkuat 466 unit kekuatan udara, sedangkan kekuatan TNI Angkatan Laut mempunyai 324 alat utama sistem senjata (alutsista).
Anggaran pertahanan Indonesia juga mengalami tren kenaikan sejak 2014. Jika pada 2014 anggaran pertahanan Indonesia mencapai Rp 82,2 triliun, dalam APBN 2024, Kementerian Pertahanan memiliki anggaran Rp 139,27 triliun atau tertinggi kedua di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 147,37 triliun
Anggaran Kementerian Pertahanan mencakup anggaran di ketiga matra TNI, yakni TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Di Kementerian Pertahanan, sejumlah besar dana dialokasikan untuk program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarana prasarana (sarpras) pertahanan senilai Rp 22,25 triliun. Selain itu, terdapat alokasi dana Rp 2,10 triliun untuk program dukungan manajemen.
Markas Besar TNI mendapatkan anggaran Rp 10,72 triliun, dengan alokasi terbesar untuk program dukungan manajemen Rp 4,89 triliun dan program modernisasi alutsista, non-alutsista, serta sarpras pertahanan Rp 1,44 triliun.
Markas Besar TNI Angkatan Darat menerima alokasi dana Rp 58,14 triliun. Anggaran terbesar Rp 48,08 triliun digunakan untuk program dukungan manajemen serta program profesionalisme dan kesejahteraan prajurit Rp 6,10 triliun.
Sementara Markas Besar TNI Angkatan Laut (AL) mendapatkan alokasi Rp 25,96 triliun. Mayoritas anggaran untuk program dukungan manajemen, yakni Rp 13,41 triliun, serta program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarpras pertahanan Rp 8,63 triliun.
Sedangkan Markas Besar TNI Angkatan Udara mendapatkan alokasi Rp 18,79 triliun. Sebagian besar anggaran, yakni Rp 8,71 triliun untuk program dukungan manajemen , serta Rp 7,4 triliun buat program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarpras.
Modernisasi Alutsista
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa kesempatan juga menekankan pentingnya modernisasi alutsista sebagai bagian utama dari pengembangan investasi di sektor pertahanan Indonesia. Saat perayaan HUT ke-78 TNI, 5 Oktober 2023, Jokowi menegaskan modernisasi alutsista harus bisa dirasakan manfaatnya untuk rakyat Indonesia.
“Modernisasi alutsista harus menjadi bagian penting pengembangan investasi industri pertahanan di dalam negeri, sehingga harus didorong transfer teknologi, harus didorong peningkatan SDM (sumber daya manusia), harus diutamakan produk dalam negeri,” kata Jokowi.
“Saya minta agar anggaran yang dimiliki, karena sulit dalam mengumpulkan, sulit dalam mendapatkannya, dan merupakan uang dari rakyat, sebisa mungkin harus dibelanjakan dan diputar kembali untuk rakyat,” tambah Presiden.
Dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, upaya pemenuhan kekuatan pokok minimum alutsista atau minimum essential force (MEF) ditargetkan mencapai 100% pada 2024.
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto juga mengakui dukungan Presiden Jokowi terhadap sektor pertahanan Indonesia menjadi yang terbesar dalam sejarah Indonesia, padahal penanganan Covid-19 juga ikut memengaruhi anggaran pertahanan.
“Dukungan pemerintahan Pak Jokowi saya lihat dalam sejarah untuk pertahanan itu terbesar. Beliau punya prioritas. Kita kemarin mengalami Covid-19 yang sangat berbahaya, jadi prioritas beliau kita utamakan keselamatan rakyat,” kata Prabowo dalam keterangannya di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, 8 Maret 2023.
Saat menyerahkan delapan unit helikopter angkut berat Airbus H225M kepada TNI Angkatan Udara di Lanud Atang Sendjaja, Bogor, Jawa Barat, 1 Desember 2023, Prabowo juga menekankan pertahanan yang kuat diperlukan oleh negara besar seperti Indonesia.
“Pertahanan itu adalah sesuatu yang vital bagi tiap bangsa. Negara yang pertahanannya tidak siap, akan diganggu, ditekan, ditindas, dan diancam. Itu hukum alam. Alat pertahanan ini kita tidak bisa seperti beli langsung di supermarket, prosesnya perlu 4-5 tahun,” kata Prabowo.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi menyatakan potensi ancaman akan muncul jika Indonesia tidak melakukan modernisasi alutsista. Ancaman tersebut dipicu oleh kondisi ketahanan nasional yang dinilai lemah, terutama karena alutsista yang dimiliki tiga matra TNI belum dianggap optimal untuk mencapai kekuatan maksimum.
“Kita harus bersiap bahwa kita akan lebih rentan. Kalau kita lebih rentan, berarti kita lebih potensial menghadapi ancaman. Nah, kalau kita lebih potensial menghadapi ancaman dampaknya ya kita juga,” ungkap Khairul kepada Beritasatu.com, baru-baru ini.
Khairul menjelaskan bahwa ketahanan nasional yang lemah dapat mengakibatkan ketidakstabilan dalam berbagai aspek, termasuk politik dan ekonomi, yang pada gilirannya berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Menurut Khairul, keberhasilan memperkuat sistem pertahanan nasional sangat krusial, seiring dengan upaya membangun infrastruktur dan memulihkan ekonomi.
“Kalau stabilitas ekonomi dan politik terancam, kita tidak bisa membangun iklim usaha dan iklim industri akan terpengaruh,” ujarnya.
Tingkatkan Anggaran
Khairul juga menyebutkan bahwa anggaran pertahanan Indonesia saat ini hanya sekitar 0,7% hingga 0,8% dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini tergolong kecil untuk negara besar sekelas Indonesia.
“Jika dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia memiliki anggaran pertahanan yang relatif kecil, bahkan jika dibandingkan dengan negara muda, seperti Timor Leste,” kata Khairul.
Ia menekankan bahwa Singapura telah mengalokasikan sekitar 6% dari PDB untuk anggaran pertahanan, sementara Timor Leste pernah mencapai angka 1,2%. Meskipun perbandingan nominal tidak selalu relevan, Khairul menyoroti keberanian Timor Leste yang menganggarkan persentase lebih tinggi dari Indonesia.
“Kita berharap ke depan, Indonesia bisa menembus angka psikologis anggaran 1% dari PDB untuk pertahanan. Peningkatan anggaran diperlukan untuk memastikan pemeliharaan dan pengadaan alutsista terpenuhi, serta kesejahteraan prajurit tidak terabaikan,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan adanya kenaikan anggaran belanja alutsista periode 2020-2024 sekitar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 61,7 triliun, dari sebelumnya US$ 20,75 miliar menjadi US$ 25 miliar. Hal ini untuk memenuhi target upaya pemenuhan MEF 100%.
Persepsi Negara Kuat
Khairul juga mengatakan pertahanan yang kuat tidak hanya berfungsi untuk mengantisipasi potensi ancaman perang, tetapi juga bisa memperkuat persepsi Indonesia sebagai negara kuat dan berdaulat.
“Belanja pertahanan itu bukan hanya untuk benar-benar memperkuat kemampuan pertahanannya, bukan hanya karena mengantisipasi ancaman perang, juga membangun persepsi kekuatan negara,” ungkap Khairul.
Lebih lanjut, Khairul menyampaikan kondisi alutsista TNI yang tidak siap tempur, karena hampir setengahnya dalam kondisi usang.
“Kondisi alutsista kita cukup memprihatinkan. Hampir 50% dari alutsista yang kita miliki saat ini dan dioperasikan, itu tidak hanya tua, tetapi juga usang, dan dalam kondisi yang tidak siap tempur,” ungkapnya.
Khairul menyoroti bahwa kondisi tersebut dapat meningkatkan kerentanan dan risiko pertahanan Indonesia, terutama dalam menghadapi potensi ancaman.
“Tentu akan meningkatkan kerentanan dan meningkatkan risiko bagi pertahanan kita. Artinya di tengah kondisi geopolitik yang tidak menentu, yang sangat dinamis dan fluktuatif ini, kita akan sangat rentan. Pertahanan kita akan sangat rentan dan sulit untuk berharap kita mampu menjaga kedaulatan kita dengan baik, khususnya ketika dihadapkan pada potensi ancaman,” tegasnya.
Senada dengannya, Juru Bicara (Jubir) Menhan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak menekankan pentingnya modernisasi dalam memperkuat pertahanan dan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Dampaknya adalah sumber daya alam kita menjadi mudah dicuri, kedaulatan terganggu, dan kita bisa dianggap remeh oleh negara tetangga serta potensi risiko lainnya,” ucap Dahnil kepada Beritasatu.com.
Dahnil menyoroti dinamika geopolitik dan geostrategis yang saat ini masih sangat fluktuatif. Ia mencatat beberapa peristiwa, seperti meningkatnya ketegangan antara Palestina dan Israel, konflik Rusia-Ukraina yang masih berlangsung, serta ketegangan antara Amerika dan Tiongkok.
“Situasi ini menciptakan blok dan ketegangan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwa geopolitik dan geografis strategis kita masih sangat kompleks. Jika kita tidak memperkuat alutsista dan pertahanan, kita bisa terjepit di antara konflik-konflik tersebut,” jelas Dahnil.
Dahnil juga mengutip pernyataan Menhan Prabowo yang sering menekankan pentingnya penguatan alutsista.
“Pak Prabowo selalu mengatakan bahwa jika alutsista kita tidak kuat, ikan-ikan kita di laut akan selalu dicuri. Kapal-kapal tempur kita perlu diperkuat agar mampu bersaing dengan kapal-kapal modern yang melakukan pencurian di laut,” tambahnya.
Fokus Pemimpin Berikutnya
Khairul Fahmi juga menekankan, pertahanan negara menjadi isu krusial yang harus menjadi fokus pemimpin penerus Presiden Jokowi. Tak heran, apabila debat calon presiden (capres) berikutnya yang berlangsung pada Minggu (7/1/2024) akan bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, dan geopolitik.
“Saya mengapresiasi KPU yang mengangkat persoalan ini sebagai tema debat capres Pilpres 2024, karena bagaimanapun juga, isu pertahanan ini harus dikuasai pemimpin berikutnya. Dengan demikian, masyarakat juga bisa melihat kapabilitas masing-masing calon menguasai tema pertahanan ini,” ungkapnya Khairul.
Ketiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (cawapres) memang telah memiliki visi, misi, dan program yang menyangkut pertahanan Indonesia. Sebagai menhan, Prabowo yang maju sebagai capres tentunya dinilai bisa menguasai tema ini.
“Itu makanannya Pak Prabowo. Saya rasa itu memang tugasnya Pak Prabowo sebagai menteri pertahanan. Kami meyakini Pak Prabowo sudah sangat mempersiapkan ini,” kata Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Akbar Himawan Muchari.
Tidak hanya mempersiapkan materi, lanjut Akbar, Prabowo juga telah mengimplementasikan hal tersebut ke dalam program kerja selama ini, dan akan diteruskan seandainya terpilih menjadi presiden.
“Nantinya akan dijabarkan dan akan disampaikan ke publik, bahwa ini adalah program-program yang telah dicapai dan akan dilanjutkan ke depan,” ungkapnya.
Prabowo-Gibran sendiri memang menempatkan penguatan pertahanan dan keamanan negara, serta pemeliharaan hubungan internasional yang kondusif pada salah satu dari 17 program prioritas. Hal ini juga masuk dalam 8 Misi Asta Cita pasangan nomor urut 2 itu, yakni memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Sementara itu, pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar juga menetapkan misi memperkuat sistem pertahanan dan keamanan negara, serta meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia dalam kancah politik global untuk mewujudkan kepentingan nasional dan perdamaian dunia ke salah satu misi bertajuk “8 jalan perubahan”.
Adapun pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD juga menawarkan misi kedaulatan NKRI dengan sistem pertahanan 5.0, dengan beberapa poin, yakni modernisasi “Pertahanan Sakti”, prajurit sejahtera, industri pertahanan dan keamanan kelas dunia, benteng pertahanan Nusantara, serta perisai siber Nusantara. (Sumber: BeritaSatu)
Baca Juga;
- Benarkah Angkatan Laut Indonesia No 4 Terkuat Dunia, Simak Penjelasannya
- Militer RI Peringkat 13 Dunia, Bikin Keder Negara Lain
- 42 Jet Tempur Canggih Rafale Segera Mendarat di Indonesia
- Modernisasi Militer NKRI Rupanya Buat Resah Negara Lain, Presiden Indonesia: Tidak Perlu Khawatir!
- TNI AD Ingin Punya Heli Black Hawk yang Bisa Diubah Jadi ‘Rumah Sakit Udara’
Komentar