Rugikan Negara Rp 2,1 Triliun, Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Ditahan KPK

Nasional1783 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama Pertama Galaila Karen Agustiawan sebagai tersangka korupsi.

Dia dijadikan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2014.

“Dengan bukti permulaan yang cukup sehingga naik pada tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka GKK (Galaila Karen Kardinah) Direktur Utama PT Pertamina Persero tahun 2009-2014,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/9/2023).

Firli menyebut dalam perkara ini, Karen mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 2,1 triliun.

“Dari perbuatan GKK (Karen) menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD 140 Juta yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun,” kata Firli.

Guna proses penyidikan, Karen ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak 19 September sampai 8 Oktober 2023 di Rumah Tahanan KPK.

Atas perbuatan Karen dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Jadi Tersangka Dan Ditahan, Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Disebut Bikin Kontrak Sepihak Dengan Perusahaan AS

Mantan Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Agustiawan resmi ditahan KPK dan jadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair liquefied natural gas (LNG) PT Pertamina tahun 2011-2014 dan menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, kasus ini berawal saat defisit gas di Indonesia akan terjadi pada kurun waktu 2009-2040. Oleh karenanya, diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri Pupuk dan industri Petrokimia lainnya di Indonesia.

Saat Karen menjabat sebagai Dirut Pertamina periode 2009-2014, ia mengeluarkan kebijakan kerjasama dengan sejumlah produsen dan suppplier dari sejumlah perusahaan di luar negeri, di antaranya Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Namun saat pengambilan kebijakan dan keputusan, Karen mengambil keputusan sepihak berupa kontrak dengan CCL, tanpa melakukan kajian analisis dan melapor ke Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.

“Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali, sehingga tindakan GKK (Karen) tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” kata Firli saat menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/9/2023) malam.

Seluruh kargo LNG yang dibeli tidak terserap di pasar domestik, akibatnya terjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke Indonesia. Oleh sebabnya harus dijual ke pasar internasional dalam keadaan merugi.

Firli menyebut perbuatan Karen melanggar sejumlah ketentuan, di antaranya Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011, dan Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN.

“Dari perbuatan GKK (Karen) menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun,” beber Firli.

Karen ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Guna proses penyidikan, Karen ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak 19 September sampai 8 Oktober 2023 di Rumah Tahanan KPK. (suara.com)

Komentar