Badikenita Putri Sitepu: Menyelamatkan Lingkungan Hidup Perlu Keseimbangan Teologi dengan Kearifan Lokal

Politik1980 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Masalah kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah Indonesia seringkali berhadapan dengan persoalan ekologi, karena itu dibutuhkan pengembangan teologi publik yang komprehensif dengan tidak berat sebelah antara persoalan ekonomi dan lingkungan.

Sehingga diperlukan keseimbangan teologi dengan kearifan lokal dalam rangka penyelamatan lingkungan hidup.

Demikian benang merah webinar seri kedua PIKI (Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia), dalam rangka kajian nasional untuk mengembangan pembahasan publik mengenai teologi yang ramah lingkungan (eko-teologi), Minggu (8/8/2021).

Webinar yang dibuka Wakil Ketua Umum DPP PIKI Theofransus Litaay menyambut peringatan Hari Kemerdekaan ke-76 RI ini diadakan sebagai respons krisis ekologi yang berakibat penurunan mutu lingkungan hidup, yang menurunkan daya tahan manusia menghadapi pandemi Covid-19.

“Perspektif pemerintah, pegiat lingkungan hidup, pegiat hak adat, dan agama menjadi bagian dari pembahasan,” ujar Litaay.

Sekretaris Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) Pdt Jacklevyn Manuputty mengkritik lemahnya advokasi gereja terhadap masalah ekologi.

Menurut Manuputty gereja-gereja di Indonesia perlu memperjuangkan pihak-pihak yang termarginalkan oleh korporasi besar yang mengganggu keseimbangan ekosistim.

Pdt Margie Ririhena de-Wanna, Ketua Bidang Teologi & Oikumene DPP PIKI menyampaikan bahwa gereja seharusnya memainkan teologi lingkungan yang mendalam (deep eco-theology) yang berpusat kepada ekosistem alam dibandingkan teologi yang dangkal (shallow eco-theology) yang hanya berpusat kepada manusia.

Disebutkan di tengah persoalan deforestasi dan konflik hutan adat, sudah seharusnya gereja-gereja memberikan layanan advokasi kepada warga jemaat dan menolong perlindungan hukum, serta menjembatani mereka dengan pemerintah.

Dari diskusi PIKI ini memberi pesan agar gereja memberikan pendampingan dan membuka ruang untuk mendengar jeritan masyarakat atas eksploitasi alam (hutan adat) mereka, untuk mendapat perhatian dan penanganan dari pihak-pihak terkait.

Webinar ini juga menyajikan sharing pengalaman advokasi lingkungan hidup di empat provinsi di Indonesia yaitu Maluku, Bali, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara.

Sebelumnya dalam seri pertama yang dibuka Ketua Umum DPP PIKI Badikenita Putri Sitepu pada 1 Agustus 2021, menyampaikan bahwa keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan merupakan tiga hal yang saling berkaitan yang menjadi perhatian PIKI.

Menurut Badikenita Sitepu, PIKI akan konsisten menyuarakan kepada pemerintah untuk tercapai masyarakat berkeadilan yang sejahtera.

Sementara itu Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, mengingatkan bahwa pola konsumsi yang konsumtif secara berlebihan, mempengaruhi pengelolaan pembangunan yang tidak berkelanjutan.

Menurut Alue Dohong, kita perlu memperkuat kesadaran dan sikap peduli terhadap lingkungan hidup, sehingga kelemahan regulasi dapat diatasi melalui sikap masyarakat yang benar.

Alue Dohong menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan korektif.

Kebijakan korektif yang dilakukan antara lain moratorium hutan primer dan gambut, pemulihan ekosistem gambut dan mangrove, penanganan kebakaran hutan dan lahan, kebijakan perhutanan sosial, dan kebijakan terkait perubahan iklim.

Alue Dohong menutup bahwa pandangan antropo-sentris yang berisi dominasi manusia terhadap lingkungan perlu diubah. (R1/BeritaSatu.com)