Kepala BIN Sebut Aura Jokowi Sebagian Pindah ke Prabowo, Respons PDIP-Gerindra?

Politik2396 x Dibaca

Jakarta, Karosatukjlik.com – Pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan yang menyebut sebagian aura Presiden Joko Widodo (Jokowi) pindah ke Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menjadi sorotan.

Pernyataan itu disampaikan saat Budi Gunawan berpidato pada acara peresmian Gedung Papua Youth Creative Hub (PYCH) di Abupera, Jayapura, Papua, Selasa, 21 Maret 2023 lalu. Acara tersebut dihadiri langung Presiden Jokowi dan sejumlah pejabat negara, termasuk Prabowo.

“Kita semua mengamati akhir-akhir ini Pak Prabowo sering bepergian bersama Pak Jokowi, beberapa kali juga Pak Prabowo mengatakan bahwa Pak Jokowi adalah gurunya, guru beliau,” ujar Budi Gunawan.

Bahkan menurutnya, aura Presiden sudah mulai berpindah ke Prabowo. Mantan Wakapolri yang akrab disapa BG ini kemudian mendoakan kesehatan dan kesuksesan Prabowo dalam kontestasi Pemilu 2024 mendatang.

“Seluruhnya mulai melihat aura Pak Jokowi sebagian sudah pindah ke Pak Prabowo. Kita semua mendoakan untuk Pak Prabowo semoga sehat, lancar dan sukses dalam kontestasi pemilu 2024,” ujar Budi Gunawan.

Lantas bagaimana PDIP dan Gerindra merespons pernyataan ini?

Politikus PDIP Budiman Sudjatmiko menanggapi santai pernyataan BG tersebut. Sebagai mantan perwira TNI yang menduduki sejumlah jabatan strategis, kata dia, Prabowo tentu memiliki aura kepemimpinan.

“Kalau soal aura kepemimpinan yang dimaksud, saya rasa semua punya ya. Kita tahu Pak Prabowo kan pernah menjadi komandan pasti sedikit banyak ada aura kepemimpinannya,” ujar Budiman saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (24/3/2023).

Namun yang jadi pertanyaan selanjutnya, apakah aura kepemimpinan itu berdampak secara nasional atau tidak. “Kalau disuruh melihat pakai ilmu membaca aura saya tidak bisa, yang saya bisa adalah menilai kepemimpinan seorang itu bisa secara nasional ada parameternya,” ujarnya.

Budiman menuturkan, seseorang bisa menjadi pemimpin nasional setidaknya harus memenuhi tiga parameter. Pertama memiliki visi sebagai pemimpin, kedua didukung rakyat, ketiga kuat secara kelembagaan dalam arti di partai politik (parpol).

“Tapi harus diakui parpol Pak Prabowo belum yang nomer satu di DPR. Jadi syarat itu yang mungkin belum dipunya, jadi enggak usah pakai aura-auraan. Jadi ini masih PR buat Pak Prabowo,” katanya.

Lebih lanjut, Budiman juga mengkritisi pernyataan BG karena seharusnya tidak disampaikan di ruang publik, sekalipun hanya bersifat candaan. Sebab bagaimanapun, sosok BG saat ini melekat sebagai Kepala BIN.

“Saya kira BIN hanya memberikan laporan kepada presiden. Jadi baiknya soal aura seperti itu lapornya ya ke pak presiden saja dan tidak untuk dikonsumsi publik. Mungkin bisa saja memang bercanda, tapi bercandanya kepala BIN baiknya ke presiden aja,” ucap mantan anggota DPR RI 2009-2019 ini.

Dia juga menegaskan, bahwa pernyataan tersebut tidak ada kaitannya dengan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri, meski BG dikenal dekat dengan Presiden ke-5 RI tersebut. Dia mengatakan, Megawati telah menegaskan bahwa PDIP ingin mengusung capres, bukan cawapres.

“Pak Prabowo kan bukan kader PDIP. Apalagi ibu (Megawati) dan pak sekjen sering sindir partai yang mencalonkan sosok ambil dari kader partai lain. Jadi saya kira PDIP tidak mungkin menjilat ludah sendiri karena akan menjadi citra buruk,” kata Budiman.

Selain itu, pernyataan BG tersebut juga tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap PDIP. Apalagi partai berlambang banteng ini telah memiliki golden ticket bisa mengusung capres-cawapres sendiri tanpa berkoalisi karena telah mengantongi syarat presidential threshold 20 persen.

“Artinya, yang lain harus urunan buat punya rumah tapi PDIP udah punya rumahnya sendiri. Mau ada apapun kita ini punya hak milik, PDIP tetep punya daya tawar. Jadi ya santai, toh saya yakin saat Bu Mega sudah memutuskan, hasil-hasil yang kita bisa baca terdengar di publik akan berubah drastis,” ucap Budiman Sudjatmiko menandaskan.

Gerindra Sebut Informasi A1

Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Habiburokhman menyambut positif pernyataan Budi Gunawan soal sebagian aura Jokowi pindah ke Prabowo Subianto. Menurut dia, itu merupakan pernyataan yang bijak dari seorang negarawan seperti BG.

“Kita menilai itu pernyataan yang ikhlas dari seorang dengan kaliber negarawan seperti Pak BG. Kita tahu Pak BG tokoh yang bijak dan punya kemampuan menilai di atas rata-rata. Beliau juga bisa melihat dari dekat gestur Pak Prabowo dan Pak Jokowi yang kian hari kian dekat,” ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (24/3/2023).

Anggota Komisi III DPR ini bahkan menyebut pernyataan BG soal aura Jokowi sebagian pindah ke Prabowo tersebut sebagai informasi A1 alias informasi yang sangat valid dan terpercaya.

“Jadi pernyataan Pak BG jika meminjam isitilah intelelejen dapat dikategorikan informasi A1 atau diyakini sangat tepat. Kita berharap Kedekatan ini akan bermakna positif bagi pencalonan Pak Prabowo sebagai Presiden 2024,” tutur Habiburokhman.

Lebih lanjut terkait koalisi jelang Pilpres 2024, Habiburokhman menyampaikan bahwa Gerindra hingga saat ini terus menjalin komunikasi yang baik dengan partai-partai peserta pemilu, tak terkecuali PDIP.

“Bagi Gerindra semua partai adalah sahabat, 100 persen adalah sahabat, apalagi PDIP ya. PDIP jalan sejarahnya dengan Gerindra kan panjang. Kami pertama kali berdiri sudah koalisi. Pak Prabowo dan ibu Mega juga hubungannya sangat baik,” katanya.

Namun begitu, dia belum bisa bicara banyak soal peluang berkoalisi bersama PDIP di Pilpres 2024. Saat ini, Gerindra telah menjalin kerja sama dengan PKB dengan membentuk koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).

Kendati dia tak menutup kemungkinan akan membentuk koalisi baru yang lebih besar. “Ikhtiar kan kita tentu senantiasa ikhtiar, bagaimana koalisi PKB semakin besar ya kan, misalnya bisa merger antar-koalisi atau membentuk koalisi baru dua partai Gerindra dan PKB membentuk koalisi yang lebih besar ya mungkin saja,” ucap Habiburokhman menandaskan.

Anugerah bagi Prabowo

Pengamat Usep Saepul Ahyar menilai, pernyataan Kepala BIN Budi Gunawan tersebut dapat diartikan sebagai sinyal dukungan Presiden Jokowi terhadap Prabowo di Pilpres 2024. Apalagi sinyal-sinyal tersebut bukan kali ini saja diperlihatkan di publik.

“Sinyalman mungkin diambil dari beberapa kesimpulan hubungan Pak Jokowi dengan Pak Prabowo. Sepertinya saling mendukung. Prabowo bisa menjadi kompromi yang baik,” ujar Usep saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (24/3/2023).

Pernyataan tersebut, juga bisa dinilai sebagai sinyal koalisi PDIP dan Gerindra akan terwujud sebagai alternatif. Sebab, BG diketahui cukup dekat dengan partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut.

“Mungkin jadi pertimbangan PDIP. Bisa jadi (PDIP) sedang menimbang Pak Prabowo kalau melihat dari konteks itu,” katanya.

Namun begitu, Usep tak menampik pernyataan tersebut menjadi polemik lantaran keluar dari mulut seorang Kepala BIN. Sebagai pejabat negara, kata dia, BG seharusnya menghindari pernyataan-pernyataan yang menunjukkan keberpihakan terhadap sosok yang akan bertarung di 2024.

“BIN menurut saya kenetralan harus lebih dibandingkan yang lain, karena ini lembaga negara yang seharusnya diisi orang-orang yang punya kepentingan lebih, tidak hanya kepentingan politik tapi kepentingan negara secara keseluruhan,” tutur dia.

Lebih lanjut, peneliti senior Populi Center ini tak melihat pernyataan BG tersebut dapat merugikan Jokowi selama tidak digoreng dengan isu-isu liar. Namun Jokowi dinilai bisa mengembalikan kepercayaan publik dengan menegur anak buahnya agar lebih hati-hati mengeluarkan pernyataan di tahun politik seperti saat ini.

“Emang harusnya seperti itu (pernyataan BG) ditegur. Selama ini sikap-sikap dari pemerintah seperti abai, seperti sengaja bahkan,” ujar Usep memungkasi.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin melihat pernyataan yang disampaikan BG sebagai tanda positif bagi Prabowo. Pasalnya, Budi Gunawan merupakan orang yang dekat dengan Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

“Kepala BIN orang yang berpengaruh di RI dan sangat dekat dengan Jokowi, bisa jadi ke depannya bahwa BG meyakinkan Bu Megawati untuk mendukung Prabowo,” kata dia dalam keterangannya.

Ujang juga menganalisa, jika Budi Gunawan bisa meyakinkan Megawati maka akan lebih mudah jalannya untuk Prabowo agar bisa memenangkan pertarungan di Pilpres 2024. Sehingga dianggap bahwa ini adalah titik awal yang baik bagi Prabowo jelang Pemilu.

“Nah, kalau Jokowi dukung Prabowo, Mega dukung Prabowo, ya itu bagian daripada rejeki Prabowo dapat dukungan dari banyak pihak. Dan, ini sebagai titik awal terang untuk Prabowo memenangkan Pilpres dan anugerah besar bagi Prabowo,” kata Ujang.

Langgar Asas Intelijen

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) turut melontarkan kritik tajam kepada Kepala BIN Budi Gunawan buntut pernyataannya soal sebagian aura Presiden Jokowi pindah ke Prabowo.

Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menganggap pernyataan Budi Gunawan tentu tidak bisa dianggap sepele. Sebab, ucapan itu keluar dari kepala lembaga negara yang memiliki otoritas sangat besar.

“Terlebih, pernyataan tersebut memiliki tendensi dukungan kepada Prabowo Subianto yang digadang-gadang akan menjadi calon Presiden kembali pada kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024,” kata Fatia dalam keterangannya, dikutip Jumat (24/3/2023).

Sehingga, Fatia memandang BG telah melanggar asas penyelenggaraan intelijen sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 UU No. 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, terkait dengan profesionalitas dan netralitas.

“Ketentuan tersebut penyelenggaraan intelijen harus dilakukan berbasis pada profesionalitas dan netralitas. Instrumen intelijen berpotensi tidak profesional dan netral jika pimpinannya telah membuat pernyataan politis serta bahkan berpihak pada calon Presiden tertentu,” sebutnya.

“Selain itu, pernyataan yang menyangkut Prabowo dalam acara pemerintahan juga tak ada kaitannya dengan peran, tujuan dan fungsi intelijen sebagaimana digariskan pada UU Intelijen Negara,” tambah dia.

Alhasil, Fatia berujar ucapan tersebut muncul di tengah penyelenggaraan sistem intelijen Indonesia yang problematik. Berdampak pada citra BIN yang dalam menjalankan tugasnya jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

Hal tersebut pernah diungkap oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada 2021 lalu. Bahwa terdapat persoalan transparansi pada BIN, karena lemahnya implementasi pengawasan serta kecenderungan aktor pengawas untuk melakukan fungsinya secara parsial, atau bisa dikatakan melakukan pengawasan secara tertutup.

Di tengah masalah yang belum terurai, Fatia menilai ucapan BG bisa makin memperburuk situasi. Di tengah persoalan politisasi instrumen pertahanan dan keamanan, dengan melontarkan pujian kepada Prabowo.

“Pujian kepada Prabowo dapat disalahgunakan sebagai instruksi untuk memobilisasi instrumen intelijen negara untuk memenangkannya sebagai Calon Presiden di 2024 mendatang. Hal ini jelas berbahaya, sebab akan memunculkan konflik kepentingan (conflict of interest),” jelasnya.

Atas dasar uraian di atas, KontraS mendesak Jokowi, pertama, menegur Budi Gunawan yang terindikasi tidak profesional karena diduga melanggar asas penyelenggaraan intelijen sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 UU Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Sementara desakan KontraS yang kedua meningkatkan sistem pengawasan intelijen negara dan mewujudkan lembaga intelijen yang profesional, objektif, dan netral sebagaimana diamanatkan oleh UU Intelijen.

Partai NasDem menyayangkan pernyataan Kepala BIN Budi Gunawan yang menyebut aura Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagian berpindah ke Prabowo Subianto.

“Iya itu suatu hal yang kita sayangkan,” kata Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya di Senayan, Jakarta, Rabu, (22/3/2023).

Willy mengatakan, BIN seharusnya memisahkan antara politik tingkat tinggi dengan politik praktis. Sementara BIN hanya boleh ikut campur dalam politik kebangsaan dan kenegaraan. “Low politic, politik kontestasi itu urusan partai,” kata Willy.

Willy meminta agar Budi Gunawan paham posisi dirinya sebagai Kepala BIN.

“Kita harus bisa memisahkan. Mana yang proses politik kandidasi, kontestasi itu kewenangan partai, dan mana politik kenegaraan dan kebangsaa,” tegasnya.

“Itu setiap orang harus memberikan keteladanan institusi. Setiap orang terikat dengan institusi apa yang dia wakili. Untuk kemudian orang-orang sadar posisi, tidak bisa statemen sembarangan, enggak bisa tampil sembarangan,” imbuh Willy.

Sementara Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali menilai tidak selayaknya Kepala BIN Budi Gunawan menyampaikan pernyataan dukungan untuk bakal calon presiden Prabowo Subianto.

Menurut Ahmad Ali, akan banyak persepsi dari publik atas pernyataan tersebut. Apalagi dari seorang pejabat negara yang seharusnya netral menjelang perhelatan pemilu.

“Harusnya Kepala BIN tidak masuk kepada ruang-ruang yang harusnya itu tidak perlu dikomentari, apalagi itu di ruang terbuka,” kata Ahmad Ali saat dikonfirmasi, Kamis (23/3/2023)

“Kalau itu terus dilakukan, nanti berakibat akan ada dugaan tuduhan masyarakat, partai politik, bahwa ada lembaga negara berlaku tidak adil atau kemudian tidak dalam menempatkan posisi netral,” ujarnya menambahkan.

Padahal, menurut Ali, Presiden Jokowi telah menyampaikan pesan kepada seluruh pihak agar berperan serta melaksanakan pemilu yang damai dan riang gembira.

“Keinginan itu hanya akan bisa terlaksana dengan satu syarat, masyarakat percaya terhadap pemerintah bahwa pemerintah akan berlaku netral dalam pemilu tersebut,” kata Ahmad Ali.

Kalau kemudian masyarakat tidak memiliki kepercayaan itu, lanjut Ahmad Ali, jangan harap tercipta pemilu yang adil, pemilu yang tenang, dan tidak gaduh.

Sikap Kepala BIN Berbahaya

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyayangkan sikap Kepala BIN Budi Gunawan yang tidak netral.

“Kami menyayangkan lagi-lagi pejabat negara mempertontonkan sikap yang bisa mempengaruhi netralitas dan independensi penyelenggaraan dan proses Pemilu 2024. Apalagi ini disampaikan oleh Kepala BIN,” kata Kamhar, Kamis (23/3/2023).

Kamhar menilai pejabat tidak netral lantaran meniru Jokowi. “Ini terjadi karena mencontoh Presiden Jokowi yang sering mengendorse capres dan cawapres,” kata dia.

Padahal, lanjut Kamhar, sangat bahaya apabila pejabat terang-terangan mendukung salah satu kandidat capres.

“Sangat berbahaya sekali jika para pejabat tinggi negara yang memiliki kekuatan hegemoni dan kekuatan dominasi sebagai repressive state apparatus ikut-ikutan pada politik praktis dukung mendukung seperti ini. Ini karena Presiden Jokowi tak mampu menahan diri dan tak bisa memberi keteladanan,” kata dia

“Ini sangat disayangkan, tak hanya mencederai proses demokrasi namun juga merusak image Indonesia di mata dunia yang akan terlihat sebagai Banana Republic. Seolah-olah demokrasi atau demokrasi semu yang dipimpin oleh diktator,” pungkasnya.

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra mengatakan, setiap putra dan putri terbaik bangsa punya hak untuk maju sebagai capres-cawapres di Pemilu 2024. Sehingga tak perlu dukungan dari siapapun termasuk Presiden Jokowi.

“Mau didukung presiden ataupun tidak. Karena menurut konstitusi, yang berhak mengajukan capres dan cawapres adalah parpol atau gabungan parpol. Bukan kemauan dari presiden sebelumnya,” kata Herzaky, kepada wartawan, dikutip Kamis (23/3/2023).

Dia menilai, bangsa Indonesia merupakan negara demokrasi, bukan negara kerajaan. Jabatan presiden bukan diwariskan atau diturunkan, melainkan diperebutkan dalam kontestasi yang jujur dan adil sesuai amanah konstitusi.

“Janganlah ada upaya cekal-mencekal, apalagi berupaya merampas parpol yang memajukan capres/cawapres yang tidak sesuai dengan keinginan pihak-pihak tertentu,” tegasnya.

Publik Sendiri yang Mengaitkan

Sementara itu, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi alias Awiek mengatakan, Presiden Jokowi berhak mengajak siapa saja dalam kunjungan kerjanya ke daerah-daerah. Apalagi yang diajak merupakan pejabat di pemerintahan.

“Ya itu haknya pak presiden ya, mau ngajak siapapun. Apalagi Pak Prabowo sebagai Menteri kabinet Indonesia maju,” kata Awiek pada wartawan, Kamis (23/3/2023).

Menurut Awiek, publiklah yang kerap kali mengait-ngaitkan kegiatan Jokowi-Prabowo sebagai bentuk dukungan Pilpres.

“Kemudian ada yang mengait-ngaitkan dalam istilah jawa itu ilmu Gotak gatik Gatuk. Jadi coba dicocok-cocokan gitu kan. Ya namanya sekarang mendekati momen politik, kemudian tafsirnya tafsir Politik, ya biasa saja dalam hal itu,” kata dia.

Sementara adanya isu duet Prabowo-Ganjar, Awiek menyebut PDIP saja belum bergabung ke koalisi Gerindra-PKB.

“Apakah kemudian beliau berdua dijadikan bergabung atau tidak, ya Wong PDIP aja belum memutuskan gitu, kok sudah membayangkan ke sana,” pungkasnya. (Liputan6.com)