Catatan Redaksi, Jangan Lihat Kulitnya

Catatan Redaksi, Politik5652 x Dibaca

Dari dapur Redaksi karosatuklik.com, kami mengamati hawa panas erupsi Gunung Sinabung, kini berbaur dengan suhu politik yang makin memanas. Saling klaim dalam menentukan siapa figur yang akan mengendarai partai politik dalam perhelatan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) mewarnai panasnya persaingan para bakal calon bupati dan wakil bupati periode mendatang sudah kita lihat.

Pendaftaran Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Karo yang digelar, sejak Jumat (4/9/2020) sampai penutupan Minggu Pukul 24.00 WIB (6/9/2020) lalu resmi ditutup.

Hasilnya, empat (4) pasangan calon (Paslon) dari partai politik yang berkas dokumen pendaftarannya diterima Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Karo dan satu (1) berkas persyaratan Paslon dari jalur independen ditolak (sedang proses gugatan di Bawaslu Karo).

Adapun bakal pasangan calon yang berkas dokumen pendaftaran diterima dari partai politik, sesuai waktu pendaftaran yakni,

  • Iwan Sembiring Depari SH dan Ir Budianto Surbakti, MM diusung Partai PDI Perjuangan (8 kursi DPRD Karo).
  • Brigjend TNI (Purn) Jusua Ginting SIP dan dr Saberina Tarigan yang diusung partai Nasdem, Hanura dan PKPI (total 10 kursi).
  • Selanjutnya, Cory Sriwaty Br Sebayang dan Theopilus Ginting yang diusung Partai Gerindra dan Perindo (total 7 kursi).
  • Yus Felesky Surbakti dan Drs Paulus Sitepu diusung koalisi partai Golkar, PAN dan Demokrat (total 10 kursi).

Menariknya, dari ke empat paslon itu, tiga perempuan, yakni Cory S Sebayang, dr Saberina Br Tarigan, MARS, dan Yus Felesky Br Surbakti.

Namun terlepas dari persaingan ketat mendapatkan ticket “perahu”, melahirkan pemimpin yang ideal dan memiliki tanggungjawab moral yang tinggi terhadap kelanjutan pembangunan Kabupaten Karo, butuh peran serta semua pihak.
Pemimpin yang terpilih karena dukungan material dan cara-cara tak etis, cenderung akan mengambil kebijakan yang tak berpihak bagi publik.

Jika kita sepakat, pilkada haruslah menjadi ajang demokrasi yang santun, pertarungan gagasan dan ide mengurai beragam permasalahan yang dihadapi rakyat yang semakin kompleks demi lompatan kemajuan pembangunan Kabupaten Karo kedepan.

Pilkada dengan mengedepankan gaya-gaya yang tak santun dan tanpa etika, berpotensi mengundang konflik di akar rumput. Apalagi, memimpin ditengah dua bencana sekaligus, Pandemi Covid -19 dan bencana erupsi vulkanik Sinabung, tidak semudah membalik telapak tangan. Ini pasti dihadapi siapapun nantinya diberi mandat oleh rakyat.

Secara harfiah, pelibatan kekuatan informal dalam pengamanan kandidat sepanjang berada pada koridor kedamaian adalah  wajar. Menjadi tak wajar, ketika kekuatan informal ini  menampilkan kekuatan fisik atau kekerasan akibat ambisi berlebihan.

Seiring dengan makin jenuhnya masyarakat, dari Pemilu ke Pemilu dari Pilkada ke Pilkada, setiap lima (5) tahun sekali memilih pemimpin, tapi justru kehidupan rakyat belum beranjak semakin sejahtera.

Elite politik lokal yang kebetulan dipercaya sebagai kandidat hendaknya benar-benar tampil elegan dan mengedepankan cara-cara damai mencapai kemenangan. Karena kita semua adalah saudara dan diikat simbol-simbol budaya Merga Silima.

Semua pihak diminta memahami, tidak mudah tantangan yang dihadapi dimasa Pandemi Covid-19 dan bencana erupsi vulkanik Gunung Sinabung yang maraton sejak 2010 hingga sekarang, butuh energi kuat dan solidaritas yang tinggi.

Untuk itu, masyarakat Karo haruslah benar-benar cerdas mengelola isu politik kandidat dan jangan melakukan kompromi negatif yang bisa menghancurkan jati diri Kabupaten Karo, yang dikenal masih menjunjung tinggi adat dan budaya daerah ini.

Sementara banyaknya pejabat yang berurusan dengan penegak hukum seperti KPK, setidaknya menjadi pertimbangan matang bagi rakyat sebelum menjatuhkan pilihannya. Jangan melihat calon pemimpin itu dari kulitnya saja, namun sejatinya kita butuh pemimpin petarung, tangguh dalam pemecahan masalah. (Redaksi/R1)