Jalesveva Jayamahe Surabaya, Monumen Tertinggi Kedua Setelah Liberty

Nasional, Travel11969 x Dibaca

Surabaya, Karosatuklik.com – Tak kalah dengan New York yang memilki kebanggaan Patung Liberty, Surabaya punya Monumen Jalesveva Jayamahe, “Di air-airlah kita berjaya!”.

Patung ini pun disebut – sebut tertinggi kedua di dunia setelah Patung Liberty yang berada di mulut pelabuhan New York, dengan ketinggian 85 meter. Hmm…penasaran, pengen tau apa aja yang bisa kita lihat di sana.

Monumen Jalesveva Jayamahe menggambarkan seorang perwira TNI menengah Angkatan Laut berpakaian lengkap (tenue PDU 1) menatap ke arah laut, mewakili generasi penerus dengan penuh keyakinan dan kesungguhan siap menerjang ombak dan menempuh badai menuju arah yang ditunjukkan, yaitu cita-cita bangsa Indonesia.

Dengan demikian, Monumen Jalesveva Jayamahe juga menggambarkan pelaksanaan tongkat estafet dari generasi pendahulu menyelesaikan tugas kepada generasi yang akan melaksanakan tugas berikutnya. Monumen yang dibangun di bagian ujung barat Dermaga Madura ini, juga akan dapat digunakan sebagai menara lampu pemandu (Mercusuar) bagi kapal-kapal yang berlayar di sekitarnya.

Monumen Tertinggi Kedua Setelah Liberty

Kata Jalesveva Jayamahe itu sendiri merupakan semboyan dari TNI-AL yang memilki arti di laut kita jaya. Material monumen terbuat dari tembaga dan arsiteknya adalah I Nyoman Nuarte. Seniman yang juga menggubah patung Garuda Wisnu Kencana di Bali. Bangunan pondasi Monjaya terdiri dari 4 lantai. Yang paling atas adalah di tempat menapaknya kaki patung perwira.

Dari sana kita bisa melihat dengan lapang seluruh dermaga Tanjung Perak. Di depan Monumen Jalesveva Jayamahe terdapat sebuah Gong ukuran raksasa bernama “Kyai Tentrem”. Berdiameter 6 meter dan beratnya 2 ton. Bahan-bahan tembaga yang tersisa dari proses konstruksi patung akhirnya dibuatkan gong untuk acara peresmiannya.

Monumen dengan ketinggian 31 meter ini berdiri di atas bangunan setinggi 29 meter, bukan hanya sekedar sebagai pemanis aja loh. Tapi Patung itu juga berfungsi sebagai mercusuar pemandu bagi kapal – kapal yang melintas di laut sekitarnya. Monjaya dibangun sejak 1990 dengan biaya Rp. 27 Milyar. Sang Kolonel itu berangka baja dan berkulit tembaga, dirancang oleh pematung kenamaan asal Bandung, Nyoman Nuarta.

JALESVEVA

Diorama sejarah kepahlawanan TNI – AL

Ada juga maket Koarmatim dengan skala 1 : 1200. Sebanyak tujuh buah maket kapal dengan berbagai ukuran diletakkan di ruangan bundar tersebut. Salah satunya Kapal Selam KRI Pasoepati yang kini di gunakan sebagai Monumen Kapal Selam (Monkasel) di Jalan Pemuda Surabaya. Memasuki lantai dua, koleksi yang ditampilkan lebih beragam.

Tembok sisi timur dihiasi pigura berukuran 10 dan 12 R, yang ada gambarnya seluruh kapal perang yang ada di Koarmatim. Di lantai itu juga ada ruang berisi foto – foto khusus kesatuan.

Gedung penopang dibuat dari beton bundar empat lantai. Pada bagian dinding gedung itu, dibuat diorama sejarah kepahlawanan TNI – AL sejak zaman prarevolusi fisik sampai 1900-an. Fungsinya adalah sebagai museum TNI – AL sekaligus tempat rapat. Saat ini, baru dua lantai yang sudah berfungsi sebagai museum. Di lantai satu, pengunjung bisa melihat poster –poster tentang pembangunan Monjaya.

SURABAYA

Konsep Gagasan

Melatarbelakangi dibangunnya Monumen Jalesveva Jayamahe adanya gagasan, bahwa bagaimanapun majunya suatu bangsa hendaknya harus tetap berpijak pada sejarah. Dalam artian lain “Bangsa yang besar adalah Bangsa yang bisa menghargai jasa Pahlawannya”.

Dari sekian banyak Pahlawan dan sesepuh yang telah berjasa dalam merintis, menegakkan dan mengisi kemerdekaan Negara Republik lndonesia, termasuk didalamnya para Pahlawan yang pengabdiannya melalui TNI Angkatan Laut. Tak terbilang pengorbanan yang telah mereka sumbangkan.

Bahkan jiwapun mereka berikan. Hanya sebagian kecil dari mereka yang kita kenal, nama-nama beberapa Pahlawan diantaranya telah diabadikan menjadi nama-nama Kapal Perang Republik lndonesia ataupun bangunan-bangunan penting.

Selain sebagai tanda penghargaan dan kenang-kenangan dari generasi penerus yang masih hidup, juga diharapkan dapat memberi dorongan untuk meneruskan perjuangan mereka menuju tercapainya cita-cita Angkatan Laut yang jaya dalam wadah Negara Republik lndonesia yang adil dan makmur.

Kota Surabaya

Namun generasi penerus masih merasa belum cukup, bahkan merasa kurang terus dalam membalas jasa-jasa dan memberi penghargaan bagi mereka, serta yakin tiada jumlah yang layak dan tiada penghargaan yang sepadan dengan pengorbanan yang telah mereka berikan.

Walaupun para Pahlawan tiada mengharapkan imbalan apapun namun diharapkan untuk meneruskan tekad dan semangatnya melalui perjuangan dalam mengisi kemerdekaan.

Tahun 1945 telah diproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia, kemerdekaan negara tercinta ini genap berusia 45 tahun. Tongkat estafet perjuangan sepenuhnya telah dialihkan kepada generasi pengisi dan penerus pembangunan. Karen itu tahun 1990, dapat dianggap sebagai tombak dalam sejarah perjuangan Bangsa.

Karena itu pula, pada tahun yang istimewa tersebut, generasi penerus TNI AL bersama masyarakat yang lain, ingin menghadirkan sesuatu yang istimewa, berupa pembangunan suatu monumen yang peletakan batu pertamanya dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 1990.

Dengan pembangunan monumen ini, generasi penerus mencoba merekam langkah-langkah heroik para pendiri dan sesepuh TNI AL dalam pengabdiannya merintis, menegakkan dan mengisi kemerdekaan melalui Angkatran Laut, dan sekaligus diharapkan dapat mengobarkan semangat perjuangan untuk mengisi kemerdekaan bagi generasi penerus saat ini dan selanjutnya.

Tanpa mengecilkan peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di Sibolga, Tegal, Pasuruan, Bali atau dimanapun di tanah air lndonesia, ini sejarah Ujung sebagai bagian wilayah kota Pahlawan Surabaya memang tak bisa dipisahkan dari sejarah TNI AL, yaitu terjadinya peristiwa perebutan Kaigun SE 21/24 Butai pada 3 Oktober 1945, yang ditandai dengan sumpah oleh para Bahariawan Penataran Angkatan Laut (PAL) yaitu “Saya rela dan iklas mengorbankan harta benda maupun jiwa raga untuk Nusa dan Bangsa”. (SejarahUnik.net)