Oleh: Sutrisno Pangaribuan
Medan, Karosatuklik.com – Belum lama berselang Lembaga Survei LSI Denny JA merilis hasil survey elektabilitas capres di Sumatera Utara (Sumut). Survei tersebut digelar pada 3 hingga 14 Mei 2023 dengan melibatkan 1.200 responden. Sample survei diambil dengan metode multi-stage random sampling.
Metode survei dilakukan dengan wawancara tatap muka menggunakan kuesioner. Adapun margin of error survei +/- 2,9%. Hasil Elektabilitas Capres di Sumut versi LSI Denny JA: Prabowo Subianto 50%, disusul Anies Baswedan 32,6%, kemudian Ganjar Pranowo 16,2%, dan yang Tidak tahu 1,2%.
Kongres Rakyat Nasional ( Kornas) adalah rekan juang politik Jokowi sejak 2014, dan memutuskan berjuang bersama Ganjar Pranowo sejak 2022. Kornas menilai hasil survei tersebut alarm bagi pendukung Ganjar. Jika Pilpres digelar saat ini di Sumut, maka Ganjar pasti kalah. Dalam keadaan tersebut, Kornas memberi catatan sebagai berikut:
Pertama, bahwa hasil survei LSI Denny JA sebagai produk ilmu pengetahuan tentu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hasil survei tersebut sebagai bukti permulaan bahwa ada “perubahan dan pergeseran” aspirasi rakyat dari Ganjar ke Prabowo. Adanya sikap Parpol dan pendukung Ganjar yang “mengakui dan menerima” hasil survei jika tinggi, dan “meragukan dan menolak” hasil survei jika rendah adalah sikap kekanak- kanakan.
Kedua, bahwa masyarakat Sumut “mudah kasihan”. Politisi yang kalah bertarung di Pilkada “dikasihani” masyarakat Sumut. Mayjend (Purn.) TNI Tritamtomo, kalah di Pilgubsu 2008, terpilih jadi Anggota DPR RI 2009. Sofyan Tan kalah di Pilkada Kota Medan 2010, terpilih jadi Anggota DPR RI 2014. Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus kalah di Pilgubsu 2018, terpilih jadi Anggota DPR RI 2019. Saat ini Prabowo Subianto “dikasihani” masyarakat Sumut pasca kekalahan dari Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.
Ketiga, bahwa kesediaan Prabowo merendahkan hati, “turun” dari capres dua kali menjadi pembantu Presiden Jokowi di kabinet, dihargai masyarakat. Prabowo dianggap negarawan dan kesatria, rela “berkorban” untuk kepentingan bangsa dan negara. Prabowo dianggap sebagai sosok yang rendah hati, tidak angkuh, dan tidak sombong.
Keempat, bahwa Sumut adalah provinsi “para ketua” , dan provinsi “anak raja”. Maka hubungan masyarakat “egaliter”, sehingga semua orang disebut “ketua”. Penggunaan istilah “petugas partai” bagi pemimpin atau calon pemimpin dinilai merendahkan, melecehkan. Masyarakat tidak menerima relasi kuasa antara “bos dan anak buah”, antara “pemilik dan penyewa” ditampilkan dalam ruang publik.
Kelima, bahwa kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019 di Sumut diperoleh dari kawasan pantai barat dan dataran tinggi Sumut. Sejumlah daerah menyumbang persentasi kemenangan di atas 90% suara pemilih sah. Kawasan tersebut “solider” terhadap Israel, sedang di pantai timur, dimana Jokowi kalah, “solider” terhadap Palestina. Penolakan Ganjar terhadap keikutsertaan Israel di Piala Dunia FIFA U20 dinilai sebagai tindakan mencampuradukkan olahraga dengan politik, serta “mencampuri urusan luar negeri. Akibatnya pendukung Jokowi mengalihkan dukungan kepada Prabowo, meski Prabowo tidak memberi pernyataan apapun.
Keenam, bahwa pasca Ganjar diumumkan sebagai bacapres, Jumat (21/4/2023) belum ada gerakan yang terstruktur, sistematis, dan massif dari Parpol pendukung Ganjar. Semua Parpol masih “menunggu petunjuk dan arahan pusat”. Masih “sibuk” dengan urusan penyusunan daftar caleg. Kemungkinan perubahan sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup juga memengaruhi konsolidasi Parpol.
Pemilu 2024 direncanakan digelar pada Rabu (14/2/2024). Kornas meyakini akan terjadi perubahan peta suara dan kebangkitan pendukung Ganjar dengan tindakan sebagai berikut:
Pertama, bahwa masyarakat di kawasan pantai barat dan kawasan pegunungan di Sumut butuh penjelasan dari Ganjar dan pendukungnya. Ganjar harus segera menyampaikan pernyataan klarifikasi secara jujur, tulus, dan terbuka. Menjelaskan alasan detail sikapnya yang menolak kehadiran dan keikutsertaan Israel di Piala Dunia FIFA U20.
Kedua, bahwa penggunaan istilah “petugas partai” yang disampaikan berulang di ruang terbuka hendaknya dihentikan. Istilah itu bermanfaat secara internal, tetapi menjadi mudarat bagi masyarakat. Ganjar tidak mendapat tambahan suara jika selalu disebut sebagai petugas partai.
Ketiga, bahwa harus dilakukan pemisahan tugas antara pemenangan Pileg dan Pilpres. Pengurus dan anggota Parpol yang maju dalam Pileg akan konsentrasi memenangkan dirinya. Urusan Pilpres lebih baik diserahkan kepada pengurus dan anggota yang tidak maju di Pileg.
Keempat, bahwa sebagai provinsi para ketua dan anak raja, masyarakat Sumut “egaliter”, suka kesetaraan. Maka seluruh bentuk keangkuhan, kesombongan, eksklusivitas, dan perasaan “mentang- mentang” tim pendukung Ganjar harus dihentikan.
Kelima, bahwa masyarakat Sumut memiliki harga diri yang tinggi. Maka masyarakat Sumut tidak dapat dirayu dan dibujuk dengan hadiah atau janji berupa uang dan sembako. Seluruh tindakan Caleg yang mendompleng nama Ganjar memberi hadiah atau janji berupa uang dan sembako harus dihentikan karena dinilai merendahkan para “ketua dan anak raja”.
Kornas meyakini provinsi para ketua dan anak raja, Sumut dapat direbut kembali dan dimenangkan oleh Ganjar dengan cara membujuk dan memeluk kembali rakyat. Menghilangkan sifat-sifat angkuh, sombong dan tinggi hati. Hasil survei yang sangat kecil dapat berubah jika dan hanya jika pendukung Ganjar mampu meyakinkan rakyat bahwa “Ganjar Milik Kita” seperti “Jokowi Adalah Kita”. (Penulis adalah Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) dan Presidium Koalisi Bersama Rakyat (Koalisi Besar).