Jakarta, Karosatuklik.com – Masyarakat di perkotaan sudah merasakan betul kebutuhan internet. Bahkan, internet kini menjadi salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi masyarakat. Bisa dibayangkan ketika sehari saja jaringan internet terputus, tak hanya komunikasi yang terhalang, kegiatan sehari-hari, seperti di perkantoran, perbankan, transportasi, serta memesan makanan pun bakal terkendala.
Sayangnya, penetrasi internet di Indonesia belum merata. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan penetrasi internet pada 2023 baru 78,19%. Artinya jumlah penduduk Indonesia yang terkoneksi internet sekitar 215,6 juta jiwa dari populasi sebesar 275,7 juta jiwa. Dengan demikian, masih ada 60,1 juta penduduk Indonesia yang belum terkoneksi internet.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mendapat mandat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sesuai Rencana Strategis (Renstra) Kemenkominfo 2020-2024 terdapat tiga tujuan strategis utama Kemenkominfo .
Pertama, meningkatkan penyediaan dan pemerataan infrastruktur TIK berkualitas di seluruh wilayah Indonesia.
Kedua, mendorong percepatan transformasi digital di tiga aspek: bisnis, masyarakat dan pemerintahan, yang ditunjang oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi digital, serta ketiga, memperkuat transparansi informasi publik dan pengelolaan komunikasi publik.
Upaya pemerataan akses internet ini dilanjutkan Kemenkominfo melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) dengan melakukan penggelaran akses di 12.548 desa/kelurahan yang belum terjangkau jaringan 4G dari total 83.218 desa/kelurahan di Indonesia dengan layanan sinyal 4G (berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau Dukcapil tahun 2016).
Dari 12.548 desa/kelurahan, sebanyak 9.113 desa/kelurahan berada di wilayah di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), Bakti telah menyelesaikan atau melakukan upgrading base transceiver station (BTS) 4G di 1.209 desa dan kelurahan selama periode 2019- 2020.
Bakti menargetkan 2021-2022 menjadi tahun pembangunan fisik, karena sebanyak 7.904 desa/kelurahan yang belum terjangkau internet dapat menikmati sinyal 4G. Dari jumlah tersebut, 5.204 desa/kelurahan atau sekitar 65% berada di wilayah timur Indonesia, seperti Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
“Proyek tersebut terdiri dari pembangunan BTS di 4.200 desa dan kelurahan pada 2021, serta 3.704 desa/kelurahan pada 2022,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dalam peluncuran Program Konektivitas Digital 2021 di Istana Negara, Jakarta, 26 Februari 2021.
Bakti menerapkan sistem kerja sama operasi (KSO) bersama perusahaan operator seluler yang memiliki lisensi di Indonesia. Bakti bersama para mitra penyedia terpilih telah menandatangani kontrak untuk proyek penyediaan jaringan telekomunikasi di wilayah 3T.
“Penyelenggaraan proyek ini terdiri dari lima paket kontrak payung untuk tahun anggaran 2021 sampai 2024, terdiri dari unsur capital expenditure dan operational expenditure seluruhnya sejumlah Rp 28,3 triliun yang akan didanai pada setiap tahun anggaran dari komponen universal service obligation (USO),” kata Johnny.
Selain dana yang berasal dari USO, Johnny menjelaskan sumber lain berasal dari alokasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor komunikasi dan informatika serta rupiah murni (RM).
Kontrak paket 1 dan paket 2 telah ditandatangani pada 29 Januari 2021 antara Fiberhome, Telkom Infra, dan Multitrans Data dengan Bakti senilai Rp 9,5 triliun. Proyek besar ini direncanakan dilaksanakan dalam dua tahun sampai akhir 2022 atau lebih cepat 10 tahun dari rencana awal pada 2032.
Kontrak paket 3, 4, dan 5 ditandatangani 26 Februari 2021 senilai Rp 18,8 triliun. Konsorsium PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei, dan PT SEI mengerjakan paket 3, serta IBS dan ZTE untuk paket 4 dan 5.
Lahan Basah
Apa daya, upaya pemerintah melakukan pemerataan akses internet justru menjadi lahan basah bagi segelintir oknum. Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan adanya tindak pidana korupsi dari proyek pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung Bakti pada 2020-2022.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melaporkan kerugian negara akibat dugaan korupsi Bakti mencapai Rp 8,032 triliun. Kerugian itu terdiri atas tiga hal, yakni biaya penyusunan kajian pendukung, mark-up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun.
Sebanyak tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5. Menkominfo Johnny G Plate (JGP) dan Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif (AAL) termasuk dalam tujuh tersangka yang ditetapkan Kejagung.
Nama lainnya ialah Galubang Menak (GMS) selaku direktur utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Mukti Ali (MA) tersangka PT Huawei Technology Investment, Irwan Hermawan (IH) selaku komisaris PT Solitchmedia Synergy, dan Windi Purnama (WP) yang merupakan orang kepercayaan IH dan menjadi penghubung pihak-pihak tertentu.
JGP dan lima tersangka lainnya, AAL, GMS, YS, MA, dan IH dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sedangkan WP disangka melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Proyek Mangkrak
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut proyek penyediaan BTS 4G oleh Kemenkominfo dalam kondisi mangkrak. Mahfud MD menuturkan sejak 2020 sampai 2024 dana yang dikeluarkan sekitar Rp 10 triliun.
“Sebenarnya kan dimulai sejak 2020 sudah ada pengeluaran dana dari Rp 28 triliun yang dianggarkan sampai 2024, sudah keluar sekitar Rp 10 triliun untuk proyek 2021. Dimulai tahun 2021, tetapi sampai akhir 2021 itu, barangnya enggak ada,” kata Mahfud seusai menghadap Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/5/2023).
Dengan alasan pandemi Covid-19, proyek tersebut akhirnya diperpanjang hingga Maret 2022. Namun hingga Maret 2023, menurut laporan Kemenkominfo baru 1.100 tower yang terealisasi.
“Dari 4.200 (tower) yang ditargetkan, itu 1.100 tower dilaporkan jadi. Ketika diperiksa melalui satelit yang ada 958 tower. Dari 958 tower, tidak diketahui apakah itu benar bisa digunakan atau tidak. Ketika diambil 8 sampel, semuanya tidak ada yang berfungsi sesuai spesifikasi. Hanya barang-barang mati. Tidak ada gerakan sinyal yang bisa dioperasikan.”
“Mangkrak dan belum ada barangnya, yang ada pun mangkrak. Namun, diasumsikan dahulu bahwa itu benar dan nilainya hanya sekitar Rp 2,1 triliun, sehingga masih ada penyalahgunaan dana atau ketidakjelasan dana yang tidak dipertanggungjawabkan dan nanti harus dipertanggungjawabkan di pengadilan sekitar Rp 8 triliun,” kata Mahfud.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam keterangan tertulisnya mengungkap kasus korupsi proyek pembangunan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya yang terjadi di tubuh Bakti menunjukkan adanya celah rawan dalam pengelolaan badan layanan umum (BLU), khususnya aspek pengadaan.
“Momentum ini juga harus bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan dan pembenahan pada aspek tata kelola BLU di semua kementerian/lembaga, terutama yang menyangkut aspek pengelolaan pengadaan barang dan jasa yang sepatutnya merujuk dan mengadopsi regulasi yang ada,” tulis ICW.
ICW mengungkapkan permasalahan pembangunan BTS Bakti juga sempat diungkit dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (LHP DTT) BPK tahun anggaran 2021 pada Kemenkominfo. Berdasarkan temuan BPK, proses perencanaan pelaksanaan proyek belum sepenuhnya sesuai ketentuan, termasuk dalam proses pemilihan.
Hal ini ditemukan dalam kemitraan Fiberhome-Telkom Infra-MTD. Status PT Fiberhome Technologies Indonesia (FTI) diduga tidak memenuhi syarat sebagai technology owner (pemilik teknologi) sebagaimana tertuang dalam dokumen prakualifikasi.
Selain itu, PT FTI juga diduga tidak memenuhi persyaratan dokumen prakualifikasi mengenai pengalaman pembangunan infrastruktur sejenis dalam 5 tahun terakhir, baik secara langsung maupun melalui kontraktornya.
“Salah satu temuan BPK menyebutkan bahwa ada indikasi ketidaksesuaian kualifikasi dalam pemenuhan persyaratan maupun dokumen yang disampaikan tidak lengkap. Namun peserta tetap diluluskan oleh pokja pemilihan,” tulis ICW.
ICW juga menemukan indikasi kejanggalan dan menilai pengerjaan proyek ini juga sarat konflik kepentingan. Salah satunya ketika adik Johnny, Georgius Alex sempat dipanggil Kejagung.
Dugaan keterlibatan keduanya terungkap seusai penyidik Kejagung menerima informasi dari saksi lain. Kejagung juga sempat mengumumkan bahwa adik JGP telah mengembalikan uang yang diberikan oleh Bakti senilai Rp 534 juta kepada penyidik.
“Pengembalian sejumlah dana tersebut juga mengindikasikan adanya potensi konflik kepentingan dalam pengadaan proyek di Bakti Kemenkominfo, sebab bagaimana mungkin Bakti selaku BLU di bawah menteri kominfo memberikan sejumlah uang kepada adik sang menteri? Apa kaitan dan dalam kapasitas apa adik JGP bisa mendapatkan sejumlah uang dari Bakti?” tulis ICW.
Dengan ditetapkannya JGP sebagai tersangka dalam statusnya selaku pengguna anggaran (PA) memperkuat dugaan keterlibatan yang bersangkutan. Pasalnya, dalam konteks pengadaan barang dan jasa pemerintah, PA mempunyai wewenang untuk menetapkan perencanaan pengadaan, penetapan pemenang, hingga mengeluarkan anggaran.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2020 tentang Pengelolaan BLU, antara lain disebutkan dalam pembinaan teknis, menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh BLU (Pasal 202).
“Jika merujuk pada ketiga aspek perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP, maka kuat dugaan ada keterlibatan JGP hingga menimbulkan kerugian Rp 8,032 triliun,” tulis ICW.
Dugaan TPPU
Kejagung juga menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G Kemenkominfo. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan telah melihat benang merah dugaan TPPU.
“Terkait dengan aliran dana TPPU, kami sudah mulai menemukan jejak-jejaknya. Memang ada yang disisipkan ke money changers, ada juga ke perusahaan yang berafiliasi,” ucap Agung Kuntadi, 13 Maret 2023.
Terkait dugaan TPPU, pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih menilai dugaan korupsi BTS yang menyeret Johnny G Plate masuk kategori TPPU
“Kalau saya melihat sudah pasti ada pencucian uang, sudah pasti. Hanya permasalahan penegak hukum mau atau tidak, bisa tidak melacak uangnya, karena uang Rp 8 triliun di mana itu?” ujar Yenti kepada Beritasatu.com, Sabtu (27/5/2023).
Yenti menjelaskan alasan dirinya meyakini adanya dugaan TPPU dalam kasus korupsi BTS. Pasalnya, kata Yenti, uang untuk proyek tersebut sudah dicairkan pada 2021-2022, tetapi hingga 2023 proyeknya belum selesai.
Yenti pun mengajak masyarakat mengawasi penanganan kasus ini agar aparat penegak hukum bekerja profesional dan transparan. Terutama, lanjutnya, tidak melindungi para terduga penerima tindak pidana pencucian uang.
“Pasti ada TPPU-nya, begitu terang benderang logikanya. Permasalahannya mampu tidak, mau tidak, tahu tidak,” jelas Yenti. (BeritaSatu.com)
Komentar