Tolak Investor Tambang, Warga Dairi Gelar Tari Tor-tor di Depan Kedutaan Besar Cina di Jakarta

Sumut1180 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Lantunan musik khas Batak mengiringi empat orang yang melakukan tari Tor-tor di Depan Kedutaan Besar Cina, Jakarta Selatan, Selasa, 12 Juni 2024, untuk menolak rencana tambang Dairi Prima Mineral (DPM) di Kabupaten Dairi, Sumatra Utara.

“Kami meminta Pemerintah Cina untuk membatalkan pinjaman ke PT DPM untuk membuka tambang Diari karena kami hidup dari pertanian, bukan dari pertambangan,” kata salah satu orator di sela-sela demonstrasi yang dikuti 25 orang tersebut.

Selain melakukan demo di Kedubes Cina, peserta aksi yang berasal dari Dairi tersebut melakukan aksi di Kantor Mahkamah Agung. Pihak pengadu dalam kasus menentang Persetujuan Lingkungan ke pengadilan, Rainim Purba, mengatakan aksi ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa tambang tersebut dapat menimbulkan risiko yang berat dan mematikan bagi desa-desa sekelilingnya.

“Kelompok lingkungan dan HAM, juga pakar tambang internasional, menekankan bahwa situasi ini seperti tes litmus bagi masa depan keselamatan tambang di Indonesia, dengan implikasi luas terhadap reputasinya sebagai pusat kegiatan tambang yang bertanggung jawab, termasuk juga terhadap mineral ‘transisi’ yang digunakan dalam teknologi energi hijau,” kata Raini.

Demonstrasi di luar Kedutaan Besar Cina, kata dia, merupakan tanggapan atas berita terbaru yang mengatakan bahwa sebuah perusahaan yang dikendali pemerintah Tiongkok telah mengumumkan akan memberikan dana ratusan juta dolar untuk membantu agar proyek bisa berlanjut.

“Kami menuntut Pemerintah Cina, sebagai pemegang saham dari investor terbesar dan pengembang proyek, beserta regulator perusahaan-perusahaan ini, agar segera menghentikan pembangunan dan pendanaan proyek DPM,” katanya.

Sebelumnya, pada 27 April 2024, China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering and Construction Co., Ltd. (NFC), perusahaan induk Dairi Prima Minerals (DPM), mengungkapkan bahwa Carren Holdings Corporation Limited akan meminjamkan US$ 245 juta kepada DPM untuk pembangunan proyek seng dan timbal di dekat Parongil, Kabupaten Dairi, Sumatra Utara.

Carren Holdings Corporation Limited terdaftar di Hong Kong dan sepenuhnya dimiliki oleh CNIC Corporation Limited, yang juga terdaftar di Hong Kong. CNIC Corporation dikuasai utamanya oleh China’s State Administration of Foreign Exchange (SAFE).

Pinjaman tersebut, kata Raini, muncul setelah pakar keselamatan tambang internasional mengonfirmasi bahwa proyek DPM menimbulkan risiko berat bagi masyarakat dan lingkungan, termasuk risiko bendungan tailing yang direncanakan ini akan runtuh.

Jika ini terjadi, menurut dia, banjir yang membawa jutaan ton limbah tambang yang beracun pasti akan merenggut nyawa banyak penduduk desa yang tinggal di hilir. “Proyek ini sebagaimana sudah dirancang tidak akan mendapatkan izin jika dibangun di Tiongkok karena tidak memenuhi standar keselamatan di Tiongkok, dengan jarak bendungan tailing kurang dari 1.000 meter ke hulu dari banyak perumahan penduduk.”

“Pada Agustus 2022, meskipun mengetahui bahayanya tambang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia memberikan proyek ini Persetujuan Lingkungan,” kata dia menambahkan.

Raini mengatakan telah melayangkan gugatan perihal bahaya tersebut ke PTUN Jakarta. Menurut dia, pengadilan berpihak kepada pengaduan masyarakat dan memutuskan agar Persetujuan Lingkungan tersebut dibatalkan.

“Pengadilan mengakui bahwa area tambang DPM rawan bencana dan karenanya tidak cocok untuk tambang. DPM dan Kementerian mengajukan banding ke PT TUN. Keputusan banding dimenangkan oleh DPM dan Kementerian. Masyarakat pengadu telah meminta peninjauan oleh MA, yang saat ini tengah berjalan,” ungkap Raini.

Rainim mengaku heran bahwa sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh Pemerintah Cina akan setuju mendanai proyek yang membawa bencana, sementara kasus hukumnya masih berjalan. “Mungkin selama ini mereka tidak pernah diberi tahu mengenai risiko-risikonya.”

Warga Dairi lain yang tinggal di Desa Sumbari, Mangatur Lumbantoruan, mengatakan publik sudah tahu apa yang bisa terjadi pada bendungan tailing di atas tanah yang tidak stabil. Hal ini bisa merenggut nyawa manusia dan menghancurkan lingkungan. “Seluruh permukaan tanah di area itu tidak stabil. Mengapa lembaga negara Tiongkok ini mendanai sesuatu yang akan membunuh kita, yang bahkan tak akan diizinkan di Tiongkok sendiri,” ungkapnya.

Rainim melanjutkan bahwa masyarakat Dairi mengutuk pendanaan tambang DPM. “Saya mengutuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena memberikan Persetujuan Lingkungan DPM. Seolah kedua pemerintah, Indonesia dan Tiongkok, tidak peduli dengan rakyat ataupun lingkungan.”

Tongam Panggabean, Direktur BAKUMSU, LSM yang membantu komunitas untuk masalah hukum, mengatakan kebocoran bendungan tailing di Brasil pada tahun 2015 telah mengakibatkan BHP, perusahaan penambangan terbesar dunia, menawarkan kompensasi sebesar U$ 25,7 miliar dolar karena runtuhnya bendungan tailing.

Ia menambahkan, runtuhnya bendungan tailing di Brasil mengakibatkan hilangnya 272 jiwa, hancurnya desa-desa, dan teracuninya sistem sungai. Para pakar sudah mengatakan bahwa bendungan yang diusulkan DPM dapat mengakibatkan kerusakan yang sama. “Jujur, saya terkejut lembaga Pemerintah Cina bisa ada di balik proyek DPM, terlebih dengan risiko-risiko ini. Sungguh tidak ada manfaatnya,” ungkapnya.

Muhammad Jamil dari JATAM, sebuah jaringan masyarakat yang terdampak penambangan di seluruh Indonesia, mengatakan ada ribuan orang di Dairi dan Aceh yang dapat terkena dampak negatif dari tambang DPM ini. Menurut dia, pembiayaan dan persetujuan yang diberikan kepada tambang yang terkait dengan bencana terjadi di seluruh Indonesia. “Masyarakat tidak seharusnya menjadi korban dari keputusan finansial yang dilakukan secara gegabah,” ujarnya.

Perwakilan masyarakat Dairi lainnya, Mangatur Lumbantoruan, mengatakan belum terlambat agar investor dari Cina ini membatalkan pemberian dana ke PT DPM. “Mungkin hanya kurang diberi informasi. Jika memang demikian, mereka seharusnya menarik dukungan mereka,” kata dia dalam orasinya. (Sumber: Tempo.co)

Komentar