Seoul, Karosatuklik.com – Prototipe pertama KF-21 Boramae terus melakukan uji darat sebagai persiapan untuk terbang pertama pada minggu keempat Juli 2022 ini.
Semua jadwal sepertinya sudah jelas. Tetapi ada satu yang juga belum menemui kepastian, soal pembayaran Indonesia.
Ini akan menjadi masalah serius. Bagi Indonesia. Bukan bagi program KF-21. Karena bisa berdampak pada rencana pegembangan jet tempur di Indonesia. Sementara bagi KF-21, dalam tahap sekarang ini program nyaris tidak mungkin dihentikan lagi. Bahkan jika Indonesia memutuskan untuk berhenti.
Pada acara Media Day yang diadakan 6 Juli 2022 lalu seorang petinggi Korea Aerospace Industries mengatakan kelancaran kerjasama dengan Indonesia masih menjadi tugas yang tersisa.
Seperti diketahui dari biaya pengembangan KF 21 sebesar 8,8 triliun won atau sekitar Rp110 triliun. Dari jumlah 60% ditanggung bersama oleh pemerintah Korea, 20% di Indonesia, dan 20% oleh KAI.
Karena hiperinflasi global, biaya awal KF-21 dapat naik setinggi 20%. Namun, diharapkan biaya akan stabil dan tidak akan ada pengurangan pesanan.
Masalahnya, sebagaimana dilaporkan media berbasa Korea sedaily.com pejabat itu mengatakan, Indonesia terlambat memberikan kontribusi yang signifikan karena kesulitan ekonominya yang dialami Jakarta.
Pihak Kementerian Pertahanan Korea Selatan menjelaskan diskusi dengan Indonesia berjalan baik untuk menyelesaikan masalah tunggakan pembayaran.
Namun demikian sudah menjadi kebijakan otoritas Korea jika Indonesia tidak membayar tunggakan hingga akhir, pemerintah tidak akan memberikan satu pun dari enam prototipe yang dibuat. Rencananya Indonesia akan mendapat Prototipe kelima.
Diketahui Indonesia berhenti melakukan pembayaran setelah menginvestasikan 227,2 miliar won atau sekitar Rp 2,8 triliun. Tetapi masih ada sekitar 700 miliar won atau sekitar Rp 7,7 triliun yang harus dibayar.
Setelah dikabarkan mundur, Indonesia memutuskan untuk meneruskan proyek tersebut tetapi dengan skema pembayaran yang diperbarui.
Namun hingga saat ini, jika mengacu pada pernyataan pajabat KAI tersebut Jakarta belum membayar kewajibannya. Sejauh ini tidak ada komentar dari Indonesia terkait masalah tersebut.
Sementara itu Angkatan Udara Korea Selatan semakin mantap dengan proyek ini. Bahkan baru-baru ini mereka telah secara resmi memesan studi kelayakan untuk meningkatkan KF-21 menjadi jet tempur Gen 5.5 .
Ini adalah pengakuan pertama Angkatan Udara Korea Selatan bahwa mereka sedang mengejar kemungkinan pengembangan jet tempur gen 5. Jika disetujui program ini akan menjadi peningkatan blok III yang diusulkan dapat dimulai setelah 2026 – 2028.
Angkatan Udara Korea Selatan juga dapat mengejar pesawat yang lebih besar berdasarkan platform KF-21 yang dijuluki KF-XX. Ini beda dengan program Blok III. KF-XX akan menjadi peningkatan serupa dari F/A-18 Hornet menjadi F/A-18E Super Hornet, atau F-15 Eagle ke F-15E Strike Eagle.
KF-21 saat ini dirancang untuk menjadi petarung generasi 4.5 yang dimaksudkan untuk menjadi salah satu yang paling mampu di kelasnya.
Sebanyak 6 prototipe KF-21 telah mulai dibangun di berbagai tahap . Menurut Badan Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan (DAPA), sekitar 62% dari program pengembangan KF-21 telah selesai. (TrenAsia)
Baca juga:
1. Trio Rafale, KF-21 Boramae dan F-15 Eagle II, Langkah Jitu Militer Indonesia
2. AS Dengki Lihat Indonesia Mampu Produksi Secara Mandiri KF-21 Boramae
3. Sederet Alutsista Canggih dan Modern akan Memperkuat TNI AU Setelah Rafale dan F-15 EX
4. Calon Kandang Rafale di Skadron 14 TNI AU Bukan Pangkalan Udara Biasa, The Eagles Julukannya
5. Tank BMP 3F Kavaleri Korps Marinir TNI AL Siap Bertempur