Jakarta, Karosatuklik.com – Indonesia kadang bisa membuat semua negara kawasan kebingungan secara instan termasuk Australia dengan salah satu contohnya pembelian Rafale dan F-15 Eagle II.
Mendadak Indonesia membeli puluhan Rafale dan F-15 Eagle II dalam satu waktu yang membuat Australia harus mengamati pergerakan militer NKRI.
Bukan cuma Australia, China juga menaruh perhatian atas pembelian Rafale dan F-15 Eagle II Indonesia.
Tapi luar biasanya masih ada pihak-pihak di dalam negeri yang mengkritik langkah Kementerian Pertahanan Indonesia membeli Rafale dan F-15 Eagle II.
Alasan pihak-pihak tersebut mengkritik ialah saat ini musuh Indonesia ialah virus Covid-19, belinya ialah vaksin bukan jet tempur.
Padahal pertahanan negara ialah hal paling mutlak yang pertama harus dilakukan baru ke kesehatan dan pendidikan.
Contoh saja China, tak akan bisa sebesar sekarang jika tak mempunyai angkatan bersenjata yang kuat.
Mereka juga berani klaim wilayah sana sini lantaran mempunyai militer ukuran raksasa.
Salah satu sikap pongah China ialah memprotes pengeboran minyak lepas pantai Indonesia di Natuna Utara.
Padahal Natuna Utara sah milik Indonesia namun malah diprotes oleh pihak asing.
Muhammad Farhan, seorang anggota parlemen Indonesia di komite keamanan nasional yang mengetahui persis isi surat itu menyampaikan tegas jika Natuna milik Indonesia sampai kiamat.
“Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami,” kata Farhan seperti dikutip dari Reuters, Rabu 11 November 2021.
Surat tersebut bernada mengancam.
“(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus (Nine Dash Line) mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut,” kata Farhan.
Itu tekanan dari Utara, dari Selatan ada Australia yang hendak membeli kapal selam nuklir.
Amerika Serikat (AS) dan Inggris menjadi aktor utama pengadaan kapal selam nuklir Australia.
Australia diberi kapal selam nuklir karena terbentuknya koalisi AUKUS.
Indonesia juga memprotes hal ini dimana persenjataan nuklir akan membuat gaduh kawasan.
Namun Australia Chief of Navy Vice Admiral Michael Noonan pada 11 Januari 2022 lalu mengunjungi Bakamla RI.
Di sana Noonan mengatakan kapal selam Australia ia jamin tak akan mengganggu ASEAN.
“Kami berkomitmen untuk terus mendorong kawasan yang damai dan aman dengan ASEAN sebagai pusatnya.
Walaupun kapal selam ini akan bertenaga nuklir, kapal selam ini tidak akan membawa senjata nuklir,” kata Vice Admiral Michael Noonan, dikutip dari bakamla.go.id.
Bagi Australia, kapal selam nuklirnya ditujukan untuk melawan China.
Hal itu diungkapkan sendiri oleh Menhan Australia Peter Dutton saat menanggapi penolakan China atas kapal selam nuklir negaranya.
“Saya pikir propaganda yang kami lihat dari sejumlah juru bicara atau media yang berbicara atas nama Partai Komunis China, terus terang, saya pikir mereka mendukung kami,” katanya seperti dikutip dari Sky News, Senin 20 September 2021.
“Saya pikir komentar mereka kontraproduktif dan tidak dewasa dan terus terang memalukan,” terang Dutton.
Bagi China, pembelian Rafale yang dilakukan Indonesia sebagai jawaban atas kapal selam nuklir Australia.
“Banyak pengamat menilai pembelian jet tempur Prancis yang agresif kali ini mungkin ditujukan ke Australia,” beber media China 163.com.
Dari hal-hal tersebut di atas, tidak sulit untuk melihat bahwa pembelian pesawat tempur Rafale Prancis oleh Indonesia kemungkinan besar merupakan tanggapan atas bergabungnya Australia dengan kelopok Anglo-Amerika, karena Indonesia secara pribadi telah merasakan potensi ancaman pembangunan kapal selam nuklir atas dasar menjaga persahabatan relatif dengan China,” tambahnya.
Indonesia menyatakan membeli Rafale beberapa waktu lalu.
Hal itu disampaikan langsung oleh Dassault Aviation.
Di hadapan Menteri Angkatan Bersenjata Prancis, Florence Parly, dan Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, Ketua dan CEO Dassault Aviation, Eric Trappier, dan Wakil Marsekal Udara Yusuf Jauhari, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, menandatangani kontrak akuisisi 42 pesawat Rafale generasi terbaru oleh Indonesia, pada upacara yang diadakan hari ini di Jakarta.
Akuisisi Rafale untuk Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara mencakup solusi turnkey lengkap, dengan paket komprehensif yang mencakup pelatihan awak pesawat, dukungan logistik untuk beberapa pangkalan udara Indonesia, dan pusat pelatihan dengan dua simulator misi penuh.
Kemampuan “omnirole” Rafale yang unik akan memberi Indonesia alat untuk kedaulatan dan kemandirian operasional, memperkuat perannya sebagai kekuatan regional utama.
Industri Indonesia akan mendapatkan keuntungan dari pengembalian industri yang substansial, tidak hanya di sektor penerbangan, tetapi juga di semua bidang kerja sama utama lainnya yang berkaitan dengan portofolio luas teknologi ganda yang dikuasai oleh Dassault Aviation dan mitra industrinya, Safran Aircraft Engines dan Thales,” papar dassault-aviation.com.
Australia juga demikian, menyikapi pembelian Rafale ini.
Canberra melihat Indonesia sedang melakukan penguatan militernya.
Tapi penjelasan yang lebih lugas adalah bahwa Indonesia membeli pesawat tempur senilai US$22 miliar karena bisa. Negara-negara Asia Tenggara telah memodernisasi kekuatan militer mereka jauh sebelum Cina meningkatkan kekuatan militernya, terutama karena seiring dengan pertumbuhan ekonomi mereka, kekayaan pemerintah juga meningkat. Mereka tiba-tiba mampu membeli peralatan militer yang telah lama mereka cari,” papar lowyinstitue.org, 15 Februari 2022.
Namun Australia kebingungan lantaran langkah militer Indonesia tak bisa ditebak.
“Australia harus memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya bagi militer Indonesia.”
Pekan lalu, Indonesia membuat pernyataan niat besar tentang keamanannya.
Berita bahwa Jakarta akan membeli 42 jet tempur Rafale Prancis dan bahwa AS telah menyetujui penjualan 36 pesawat tempur F-15 Advanced Eagle Amerika merupakan investasi kekuatan udara yang serius.
Bahkan, jika pesanan disampaikan secara penuh (dan tidak ada yang bisa memastikan tentang pengadaan militer Indonesia), itu adalah langkah perubahan,” jelas Lowy Institute.
Begitu besar dampak Indonesia membeli Rafale, Boramae dan F-15 Eagle II sampai membuat Australia kebingungan. (R1/ZJ)
Baca juga:
1. Amrik Saja Gentar Apalagi Negeri Tetangga, KF-21 Boramae Terbang Perdana Setelah 2 Dekade
2. 36 Rafale akan Perkuat TNI AU, Siap Adu Kecepatan dan Performa dengan Su-35 dan F-15 EX
3. Kecanggihan 2 Jenis Jet Tempur Pilihan Prabowo Bertarung di Udara
4. Calon Kandang Rafale di Skadron 14 TNI AU Bukan Pangkalan Udara Biasa, The Eagles Julukannya
5. Duel Su-35 Vs F-15 Eagle II, Pejabat AS dan Rusia Datang ke Jakarta, Lobi Tingkat Tinggi
Komentar