MK: Perubahan Sistem Pemilu Harus Lebih Awal dari Tahapan Pemilu

Nasional504 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Mahkamah Konstitusi meminta para pembuat undang-undang jika melakukan perubahan sistem pemilu ke depannya, harus dilakukan lebih awal dari tahapan penyelenggaraan pemilu. Hal tersebut merupakan salah satu dari lima catatan MK terkait hal yang diperhatikan dalam melakukan perubahan sistem pemilu.

“Kemungkinan perubahan harus dilakukan lebih awal sebelum tahapan penyelenggaraan pemilihan umum dimulai, sehingga tersedia waktu yang cukup untuk melakukan simulasi sebelum perubahan benar-benar efektif dilaksanakan,” ujar Hakim MK Saldi Isra saat membacakan putusan perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022 soal sistem pemilu di Gedung MK, Jakarta, hari ini, Rabu (15/6/2023).

Poin kedua, kata Saldi, perubahan sistem pemilu tidak boleh terlalu sering dilakukan demi kepastian dan kemapanan atas pilihan suatu sistem pemilihan umum. Ketiga, perubahan sistem pemilu harus ditempatkan dalam rangka menyempurnakan sistem pemilihan umum yang sedang berlaku.

“Terutama untuk menutup kelemahan yang ditemukan dalam penyelenggaraan pemilihan umum,” tandas Saldi.

Keempat, lanjut Saldi, kemungkinan perubahan tetap harus menjaga keseimbangan dan ketersambungan antara peran partai politik sebagaimana termaktub dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 dan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

“Dan kelima apabila dilakukan perubahan tetap melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation,” pungkas Saldi.

Sebelumnya, MK memutuskan menolak permohonan uji materi sistem pemilu yang tertuang dalam perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022. Dengan demikian, Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

“Mengadili, memutuskan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan di Gedung MK di Gedung MK, Jakarta, Rabu (15/6/2023).

Putusan ini diambil oleh 8 hakim MK dengan satu hakim yang berpendapat berbeda atau dissenting opinion, yakni hakim konstitusi Arief Hidayat.

Sidang pleno pembacaan putusan ini dihadiri oleh 8 hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah. Sementara hakim konstitusi Wahiduddin Adams tidak hadir karena sedang menjalankan tugas MK di luar negeri. (BeritaSatu)

Berita Terkait:

  1. Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Presiden 2 Periode Bisa Jadi Wapres
  2. Gugatan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Ditolak Mahkamah Konstitusi
  3. Pemilu Dibuka -Tutup

Komentar