Terbukti Langgar Etik Berat, Anwar Usman Diberhentikan sebagai Ketua MK oleh MKMK

Nasional18994 x Dibaca

Jakarta, Beritasatu.com – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Ketua MK Anwar Usman telah melakukan pelanggaran etik berat. Oleh karena itu, MKMK memutuskan untuk memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK.

Putusan MK nomor 2/MKMK/L/11/2023 itu dibacakan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, Selasa (7/11/2023).

“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Jimly.

Jimly juga mengatakan, Wakil Ketua MK diperintahkan dalam waktu 2×24 jam sejak putusan MKMK dibacakan untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir,” jelas Jimly.

Selain itu, hakim terlapor juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

Dalam pertimbangannya, MKMK mengatakan, hakim terlapor (Anwar Usman, Red) sebagai ketua MK terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan (juducial leadership) secara optimal. Sehingga, hal itu dinilai melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan, dan Prinsip Kesetaraan.

Selain itu, MKMK juga menganggap hakim terlapor dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Ceramah hakim terlapor mengenai kepemimpinanmuda di Univerrsitas Islam Sultan Agung Semarang berkaitan erat dengan substansi perkara menyangkut usia capres dan cawapres, sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan,” simpul Jimly. (BeritaSatu)

Komentar