Jatuh Bangun dan Kesederhanaan Hidup di Balik Sukses Taipan Hartono Bersaudara

Politik4912 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Perjuangan dan kegigihan tidak jarang membawa seseorang dalam kesuksesan.

Itu juga yang terjadi pada Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono.

Berkat perjuangan dan kegigihan, usaha dan bisnis mereka bisa sukses besar. Bahkan, dalam beberapa tahun belakangan ini, duo bersaudara itu menjadi orang terkaya se-Indonesia.

Forbes mencatat, di tengah tekana ekonomi akibat penyebaran virus corona, kekayaan mereka masih bisa mencapai US$38,8 miliar pada 2020 lalu. Kalau dirupiahkan, nilai kekayaan itu mencapai Rp566,005 triliun (Kurs Rp14.587 per dolar AS).

Nilai kekayaan itu masih naik jika dibandingkan dengan 2019 yang US$37,4 miliar.

Dikutip dari berbagai sumber, kekayaan tersebut didapat Hartono bersaudara lewat jalan berliku. Semua berawal pada 1951, ketika ayah mereka, Oei Wie Gwan membeli perusahaan rokok sekarat bernama NV Murup.

Olehnya, perusahaan rokok pemilik merek Djarum Gramofon itu ‘diobati’. Merek produk yang awalnya bernama Djarum Gramofon dipangkas menjadi tinggal Djarum saja.

Upaya itu membuahkan hasil. Produk yang dihasilkan perusahaan dan pabrik terus berkembang.

Hingga akhirnya pada 1962, perusahaan yang awalnya hanya mempekerjakan 10 orang itu berhasil menambah kapasitas produksi hingga 329 juta batang per tahun.

Namun sayang, di tengah kegemilangan kinerja itu, musibah datang. Pada 1963, pabrik rokok Djarum terbakar. Yang tersisa hanya pabrik di kawasan Kliwon, Kudus, Jawa Tengah.

Musibah berlanjut. Oei Wie Gwan meninggal tak lama setelah pabriknya kebakaran.

Bangun lagi

Tak ingin larut dan meratapi keterpurukan, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono bangkit. Mereka menghidupkan kembali usaha yang telah dijalankan ayah mereka.

Mereka membangkitkan Djarum dengan melakukan berbagai pembenahan manajemen dan peralatan produksi. Mesin pengolahan tembakau dengan teknologi baru didatangkan dari Inggris dan Jerman Barat.

Upaya itu memberikan hasil gemilang. Pada periode 1965 sampai dengan 1968, produksi rokok yang terjual berhasil tembus 3 miliar batang; sebuah pencapaian yang fantastis.

Kesuksesan itu tak lantas membuat mereka berpuas diri. Pada 1973, mereka mulai melebarkan pangsa pasar Djarum hingga ke mancanegara, Amerika Serikat, Arab Saudi, Jepang dan lain sebagainya.

Di Indonesia, produksi Djarum mencapai 48 miliar batang per tahun atau 20 persen dari total produksi nasional

Tak hanya berhenti di rokok, pada 1975, mereka juga melebarkan sayap bisnis ke beberapa industri.

Salah satunya, industri elektronik dengan mendirikan PT Indonesian Electronic & Engineering yang kemudian pada 18 September 1976 berubah nama menjadi PT Hartono Istana Electronic lalu merger dan menjadi PT Hartono Istana Teknologi.

Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam perlengkapan elektronik dengan merek Polytron. Diversifikasi usaha juga mereka lakukan ke sektor perbankan.

Krisis keuangan yang terjadi di periode 1997-1998 membuka pintu kesuksesan mereka di sektor ini.

Saat itu, mereka memutuskan untuk mengambil BCA, dari keluarga Salim yang sudah kehilangan kontrol atas bank itu akibat krisis ekonomi.

Lewat proses panjang, Hartono bersaudara melalui konsorsium FarIndo Investments (Mauritius) Ltd dan Farallon Capital Management LLC berhasil menjadi pemegang suara mayoritas perusahaan dengan mengempit 51,15 persen saham BCA.

Bank inilah yang memberikan pundi-bundi besar bagi pendapatan Hartono bersaudara. Sebagian besar pendapatan mereka berasal dari lini ini.

Sampai dengan akhir 2020, aset BCA tembus Rp1.000 triliun.

Tak hanya itu, Hartono bersaudara juga terjun ke bisnis properti dan perhotelan dengan mengelola sejumlah kawasan perkantoran dan hotel mewah yang tersebar di beberapa tempat, antara lain, Grand Indonesia, Hotel Kempinski, Menara BCA dan lainnya.

Pada 2008, mereka juga melebarkan sayap bisnisnya ke sektor perkebunan dengan mendirikan Hartono Plantation Indonesia.

Grup Djarum juga melebarkan sayap mereka ke sektor e-commerce. Mereka memiliki PT Global Digital Prima Venture yang menaungi blibli.com, kaskus.co.id, Mindtalk, LintasME, Crazymarket, DailySocial.net.

Untuk mendukung lini bisnis di blibli.com ini, Grup Djarum menganggarkan dana US$1 juta per tahun.

Makan di Warung

Meskipun menjadi orang terkaya di nusantara, namun Hartono tetap hidup sederhana.

Kesederhanaan terungkap saat seorang netizen dengan akun @ayudh69 berhasil mengambil fotonya saat sedang makan di sebuah warung sederhana di Semarang pada 2019 lalu layaknya orang biasa.

“Yang sok kaya mentingin gengsi, yang kaya beneran mah lebih mentingin rasa,” katanya seperti dikutip dari akun tersebut.

Kesederhanaan lain juga bisa dilihat dari olah raga yang digemari.

Untuk Michael Bambang Hartono misalnya, ia cukup menggemari permainan bridge.

Permainan itu pertama kali dikenalkan oleh pamannya pada masa pendudukan Jepang.

Dalam sebuah wawancara dia mengatakan bridge mengajarkan seseorang cara melatih diri, termasuk dalam mengambil keputusan dan mengambil risiko.

Kegemaran ini pernah membawanya mengharumkan nama Indonesia di sejumlah pertandingan dunia.

Salah satunya, pertandingan bridge dunia 2008 di Beijing dengan menyabet medali perunggu.

Medali sama juga ia berikan ke Indonesia saat mewakili Indonesia dalam kejuaraan bridge di Asian Games 2018.

Kesederhanaan sama juga ditunjukkan oleh Robert. Dalam hal olah raga, yang ia gemari adalah bulutangkis.

Bermula dari sekadar hobi, ia kemudian mendirikan PB Djarum pada tahun 1969.

PB Djarum ini kemudian menelurkan sejumlah pemain bulu tangkis besar seperti Liem Swie King, Alan Budikusuma, dan Haryanto Arbi. (R1/cnnindonesia.com)