Jokowi Injak Rem, Gaduh Vaksin Gotong Royong Berhenti

Kesehatan1452 x Dibaca

Catatan: Ilham Bintang

Jakarta, Karosatuklik.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendadak menarik rem, Jumat (16/7/2021). Menyudahi polemik Vaksin Gotong Royong yang memicu kegaduhan di tengah ketidakberdayan masyarakat menghadapi keganasan varian baru virus Covid19.

Update terbaru Jumat (16/7) kasus positif 54.000 dan 1205 meninggal. Total kasus positif di Indonesia sejak Maret 2020 adalah 2,780.803 dan kematian 71.397 jiwa. Kasus positif tiga hari terakhir, mengantarkan Indonesia tertinggi di dunia.

Keputusan Presiden yang membatalkan Vaksin Gotong Royong disampaikan oleh Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Jumat petang.

Hanya berselang sehari setelah seluruh menteri perekonomian meyakinkan Vaksin Gotong Royong berbayar tetap dilanjutkan.

Vaksin itu katanya, demi mendukung program Presiden Jokowi untuk mempercepat tercapainya herd immunity (kekebalan komunal) menghadapi pandemi.

Dua hari sebelumnya, Ketua DPR-RI Puan Maharani pun menyatakan dukungan sama. Ia meminta pemerintah gencar mensosialisasikan vaksin VGR.

“Presiden Joko Widodo telah mengambil keputusan untuk membatalkan vaksin Covid-19 berbayar bagi individu yang sebelumnya direncanakan akan disalurkan melalui Kimia Farma,” ucap Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (16/7/2021).

Sense of Crisis

Keputusan Jokowi seakan mengkonfirmasi kegaduhan yang terjadi terkait vaksin berbayar bersumber dari para pembantunya sendiri.

Justru dari para menteri yang dia amanatkan untuk menangani pandemi. Mengkonfirmasi dugaan praktek “ugal- ugalan” para menterinya, khususnya di bidang ekonomi yang seakan memanfaatkan situasi pandemi sebagai ladang menangguk keuntungan di tengah kesengsaraan rakyat.

“Presiden telah menegaskan bahwa dalam PPKM Darurat ini tentunya sense of crisis seluruh kementerian/lembaga, para pemimpin itu harus ada,” tambah Pramono Anung lagi.

Gagasan mulia

Gagasan awal Vaksin Gotong Royong (VGR) tampak sekilas cukup mulia. Awalnya, dicetuskan oleh Shinta Kamdani, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

Tujuannya untuk membantu mempercepat jangkauan program vaksinasi pemerintah mencapai target 70 % vaksinasi masyarakat (180 juta jiwa). Vaksinasi karyawan di lingkungan industri dan perusahaan besar akan diurus tersendiri oleh Kadin atas biaya perusahaannya masing- masing.

Shinta Widjaja Kamdani mengungkapkan, sampai penutupan pendaftaran akhir Mei lalu tercatat sebanyak 28.000 perusahaan mendaftar. Itu mencakup 10,5 juta karyawan.

Dijelaskan Shinta, perusahaan akan membeli vaksin dari pemerintah yang dikoordinir oleh Kadin. Rincian harga vaksin sebesar Rp 375.00 dengan biaya penyuntikan Rp 125 ribu per dosis.

Vaksin Covid-19 harus dua kali injeksi, sehingga total uang yang harus ditanggung perusahaan mencapai Rp 1 juta per karyawan. Gayung bersambut. Presiden menyambut baik gagasan VGR Kadin itu.

“Saya senang sekali pagi hari ini bisa bertemu dengan Bapak Ibu dan saudara-saudara sekalian karena vaksinasi gotong-royong pagi hari ini telah dimulai. Saya berada di PT Unilever di Jababeka dan saya melihat ada 18 lokasi perusahaan, pabrik, industri yang juga bersama-sama melaksanakan vaksinasi gotong royong,” kata Jokowi pada acara peluncuran VGR, tanggal 18 Mei seperti yang disiarkan di saluran YouTube Sekretariat Presiden hari itu.

Jokowi tak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh perusahaan, manajemen, dan karyawan, serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang telah bersama-sama melaksanakan vaksinasi gotong-royong.

“Yang kita harapkan ini akan segera membangun sebuah herd immunity dan penyebaran COVID bisa kita hambat dan kita bisa hilangkan dari negara yang kita cintai ini,” tambahnya.

Tetapi, tentu di luar pengetahuan Presiden, launching VGR ternyata memicu riak di internal pengurus Kadin. Sebagian pengurus Kadin, waktu itu, mempertanyakan ketidakhadiran Menteri BUMN Erick Tohir, Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani dan Shinta Kamdani mendampingi Presiden Jokowi saat Lauching.

Padahal, tiga sosok itu yang diketahui sejak tahun lalu memperjuangkan VGR Kadin. Yang mendampingi Jokowi malah Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Wakil Ketua Umum Kadin Arsyad Rasyid yang tidak pernah terlihat ikut cawe-cawe dalam urusan VGR selama ini.

Dalam perjalanannya, realisasi program VGR tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kendalanya pada pasokan vaksin yang mengalami keterlambatan.

Sementara upaya karyawan secepatnya mendapatkan vaksin, adalah hal yang mendesak.

Maka mengisi kekosongan di masa – masa penantian itu, industri pun mengcreate berbagai program vaksinasi untuk karyawan.

Melaksanakan komitmen sebelumnya dengan Menteri Kesehatan. Budi G Sadikin yang bulan Maret lalu mengapeal mereka agar melaksanakan vaksin untuk masyarakat menggunakan dana CSR perusahaan masing-masing. Dalam program vaksin CSR itu

Perusahaan dibolehkan menyertakan karyawannya sebanyak 15 persen dari total masyarakat yang divaksin.
Group Sinar Mas paling gencar melakukan vaksinasi dengan berbagai nama program vaksin untuk masyarakat. Ada vaksin “Satu orang membawa dua lansia”. Program itu saja sudah bisa menyertakan 30 % karyawannya dari total yang divaksin.

Sinar Mas juga mengcreate program vaksin di gereja-gereja. Diduga kuat program-program semacam itu yang mengurangi target program Kadin sebanyak 10,5 juta seperti yang sudah dilaporkan ke Presiden.

Memang, konfirmasi berapa total karyawan dari industri yang sudah divaksin sulit diperoleh dari pihak perusahaan. Belum lagi jumlah karyawan yang secara individu sudah mengikuti vaksinasi yang diwajibkan oleh Ketua RT di tempat tinggalnya.

Ada satu perusahan besar menyebutkan karyawan yang sudah mengikuti VGR Kadin sebanyak 50 ribu. Sisanya yang 80 ribu masih menunggu ketersediaan vaksin dari Kadin.

Awal Juli tiba- tiba VGR ini dipasarkan untuk umum melalui BUMN Kimia Farma. Populer dengan nama vaksin berbayar.

Harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan harga yang dibandrol untuk peserta VGR Kadin.

Vaksin berbayar itu sontak menimbulkan tanda tanya dan polemik di masyarakat. Kimia Farma pun merespons dengan menunda sementara pemasaran VGR berbayar itu.

Kimia Farma kemudian memperbaiki formulasi VGR untuk umum. Yang boleh ikut karyawan perusahaan yang sudah terdaftar di Kadin. Begitu pun tidak meredakan polemik.

Memang aneh. Logikanya, kalau akhirnya vaksin berbayar ditujukan hanya untuk karyawan, kenapa tidak kembali ke program Kadin. Ada apa dengan Kadin?

Polemik reda setelah Presiden mengumumkan pembatalan Vaksin VGR.

“Mekanisme untuk seluruh vaksin, baik yang gotong royong maupun yang sekarang mekanisme sudah berjalan digratiskan oleh pemerintah,” ungkap Pramono Anung.

Kita masih menunggu tindakan apa yang akan diambil Jokowi terhadap menterinya yang disebut kehilangan sense of crisis itu. (*)