Jajarta, Karosatuklik.com – Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI mengungkapkan alasan nilai “dana komando” dari eks Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya (Purn) Henri Alfiandi berbeda dari temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK menyebut Henri diduga menerima suap senilai Rp 88,3 miliar. Sementara dari penyidikan Puspom TNI, dana komando itu berjumlah Rp 8,32 miliar.
Ketua Tim Penyidik Puspom TNI Kolonel Laut (PM) Jemry Matialo mengatakan, nilai Rp 88,3 miliar itu merupakan temuan awal KPK.
“Mereka (KPK) melihat dari seluruh kontrak yang ada di Basarnas, mulai dari tahun 2021 sampai dengan 2023. Dari hasil penyidikan kami, kami hanya melaksanakan penyidikan pada saat OTT (operasi tangkap tangan),” kata Jemry saat konferensi pers di Oditurat Militer Tinggi (Otmilti) II, Jakarta Timur, Rabu (11/10/2023).
Dari penyidikan Puspom TNI, lanjut Jemry, dugaan suap ini melibatkan dua perusahaan, yakni dari Grup Sejati dan PT Kindah Abadi Utama. “Jadi di dalamnya ada dua perusahaan yang terlibat,” ujar Jemry.
“Jadi, hasil itu, kedua perusahaan itu setelah kami melaksanakan penyelidikan lebih lanjut dan penyidikan, itu hanya berjumlah Rp 8 miliar sekian,” kata Jemry.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, suap itu diterima Marsdya Henri melalui orang kepercayaannya, Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto.
Henri bersama dan melalui Afri diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas pada 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, 26 Juli 2023.
Adapun Puspom TNI telah menyerahkan berkas Afri ke Otmilti II pada hari ini. Sementara berkas dari Henri belum diserahkan. (Kompas.com)
Komentar