Jakarta, Karosatuklik.com – Di luar ekspektasi, pemerintah mengumumkan untuk mengakuisisi dua jenis jet tempur untuk memperkuat jajaran TNI AU.
Kedua pesawat itu yakni pesawat tempur jenis F15-EX pabrikan Amerika Serikat dan Dassault Rafale buatan Prancis.
Padahal sebelumnya pemerintah telah sesumbar akan mengakuisisi pesawat multiperan buatan Rusia, Shukoi SU-35.
Namun rencana akuisisi itu mengalami banyak kendala, selain harga yang mahal, juga karena adanya ancaman sanksi dari Presiden Amerika Serikat terdahulu, Donald Trump.
Lantas apa keunggulan F15-EX dan Dassault Rafale pilihan Menhan Prabowo?
Dikutip dari laman resmi Boeing, pesawat F15-EX disiapkan untuk mendukung Strategi Pertahanan Nasional khususnya Angkatan Udara Amerika Serikat yang harus membeli 72 pesawat tempur per tahun. Pihak Boeing mengklaim bahwa F15-EX lebih hemat biaya.
Dengan teknologi mutakhir, F15-EX memiliki kemampuan bertahan di seluruh spektrum lingkungan yang luas. F15-EX juga memungkinkan menjadi struktur kekuatan yang lebih seimbang untuk menghadapi ancaman saat ini dan yang muncul selama beberapa dekade ke depan.
Adapun, pihak Boeing mengklaim dengan investasi teknologi berisiko rendah, F15-EX telah meningkatkan kemampuan menuver multimisi, daya tahan akselerasi, daya komputasi dan pengangkutan senjata untuk meningkatkan interoperabilitas dan memperkuat pencegahan melalui kekuatan yang melekat pada portofolio yang terdiversifikasi.
Sementara itu pesawat Dassault Rafale telah digunakan oleh sejumlah negara mulai dari Prancis dan India. Pesawat itu juga telah terlibat dalam sejumlah misi pertempuran.
Adapun keunggulan pesawat ini mencakup empat aspek. Pertama, pesawat ini tergolong pesawat tempur sebaguna. Rafale memiliki kemampuan, dengan sistem yang sama, untuk melakukan misi yang berbeda.
Kedua, interoperabilitas, atau kemampuan untuk bertarung dalam koalisi dengan sekutu, menggunakan prosedur umum dan perjanjian standar, serta berkolaborasi dan berkomunikasi secara real-time dengan sistem lain.
Ketiga, fleksibilitas, yang dapat diilustrasikan dengan kemampuan untuk melakukan beberapa misi berbeda dalam serangan mendadak yang sama (kemampuan “Omnirole”).
Dengan kemampuan ini, dimungkinkan untuk secara instan beralih pada permintaan pengambil keputusan politik, dari misi tempur ke misi pencegahan (“unjuk kekuatan” di ketinggian rendah, kecepatan tinggi), atau bahkan membatalkan misi hingga detik terakhir (reversibilitas).
Keempat, survivability, yaitu kemampuan untuk bertahan hidup di lingkungan ancaman yang padat berkat kemampuan siluman dan/atau sistem peperangan elektronik yang canggih. (Bisnis.com)