Menimbang Peluang Dudung Gantikan Mahfud

Nasional1713 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Sejak awal Februari 2024, kursi Menko Polhukam di Kabinet Presiden Jokowi kosong sejak ditinggal Prof Mahfud Md. Sejauh ini Jokowi baru menugaskan Menteri Dalam Negeri Jenderal Tito Karnavian untuk merangkap sebagai Pelaksana Tugas Menko Polhukam.

Beberapa hari terakhir sejumlah pengamat melontarkan sejumlah nama yang dinilai layak menggantikan Mahfud. Ada nama Prof Yusril Ihza Mahendra yang juga ketua umum Partai Bulan Bintang, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan mantan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman.

Secara keilmuan dan pengalaman birokrasi, Yusril hampir mirip dengan Mahfud. Ahli hukum tata negara dan pernah menjadi menteri. Yusril juga punya relasi istimewa sejak Jokowi masih gubernur DKI. Di Pilpres 2019 andilnya boleh dibilang cukup signifikan. Dia dipercaya menjadi ketua tim pengacara menghadapi sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi.

Yusril pula yang membuka sisi lain Prabowo yang oleh kelompok tertentu dicitrakan sebagai pembela Islam. Namun setelah Jokowi dan KH Maruf Amin resmi dilantik memimpin pemerintahan hingga sekarang, Yusril tak mendapatkan kompensasi jabatan apa-apa. Toh begitu, dia sejauh ini enjoy saja. Tak membabi buta mengkritik apalagi menyerang Jokowi secara personal.

Bagaimana dengan AHY? Namanya diperhitungkan setelah dia sarapan gudeg Gudeg Yu Djum Wijilan di Yogyakarta dan gowes bersama Jokowi pada Minggu, 28 Januari. Jauh sebelum bergabung ke koalisi Prabowo – Gibran di pilpres kali ini, nama AHY sempat digadang-gadang untuk masuk Jokowi.

Namun saat itu konon terkendala oleh sikap Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri. Hambatan psikologi politik dari sisi Jokowi kali ini sepertinya sudah tidak ada karena sudah berseberangan secara terbuka dengan PDIP.

Dari sisi kompetensi, AHY tak perlu diragukan. Lelaki kelahiran 10 Agustus 1978 itu juga memiliki tiga gelar akademik, yaitu Master of Science in Strategic Studies di Nanyang Technological University, Singapura (2006), Master in Public Administration dari Harvard University, (2010), serta Master of Arts in Leadership and Management dari Webster University (2015).

Di lingkungan militer, AHY juga lulusan terbaik dari US Army Maneuver Captain Career Course di Fort Benning, Amerika Serikat pada 2011. Juga meraih predikat Summa Cum Laude dari US Army Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas pada 2015.

Semua bekal akademis tersebut melahirkan sejumlah pemikiran yang dia tuangkan ke dalam empat buku ‘Tetralogi Transformasi AHY’. Buku pertama bertajuk ‘TNI Hebat, Negara Kuat’ berisi perjalanan AHY saat di TNI. Lalu buku kedua, “Mewujudkan Indonesia Emas 2045” memuat pemikiran dan tranformasi perjalanan hidupnya pasca-mengakhiri pengabdian di TNI.

Di buku ketiga, “Merayakan Demokrasi Tanpa Polarisasi” mengisahkan awal transformasi AHY terjun ke dunia politik dengan mengikuti kontestasi Pemilihan Gubernur Jakarta pada 2017, dan keempat ‘Bersama Kita Kuat, Bersatu Kita Bangkit’ berisi pemikiran serta tantangan AHY memimpin Partai Demokrat di masa pandemi Covid-19.

Hanya saja karena secara formal jabatannya semasa di TNI cuma sampai Mayor, ada yang menilai hal tersebut akan menjadi kendala tersendiri. Bagaimana pun para pejabat di bawah koordinasi Menko Polhukam beberapa di antaranya berpangkat Jenderal Bintang Empat, seperti Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan Kepala BIN.

Peluang Yusril dan AHY pun sudah ditutup langsung oleh Presiden Jokowi. “Secepatnya (Menko Polhukam definitif). Dari non (parpol),” kata Jokowi.

Saat kunjungan kerja di Soreang, Bandung, pada 3 Februari lalu, kepada para wartawan Jokowi menyatakan akan secepatnya mengangkat Menko Polhukam definitif tapi dari kalangan non parpol.

Dengan demikian tinggal nama Dudung. Dia sebetulnya tergolong jenderal biasa. Maksudnya, bukan berasal dari keluarga perwira tinggi dan mengenyam pendidikan atau pelatihan dari luar negeri. Hal teristimewa dari Dudung adalah nyali yang dimilikinya.

Karier lelaki kelahiran 19 November 1965 itu meroket setelah membangun patung Bung Karno di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah pada Februari 2020. Kala itu dia menjabat sebagai Gubernur Akmil. Patung tersebut diresmikan oleh putri Bung Karno sekaligus Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, yang pernah menjadi Presiden RI.

Berselang enam bulan, Dudung dipromosikan menjadi Panglima Kodam Jayakarta pada 6 Agustus 2020. Baru tiga pekan bertugas, mencuat kasus penyerangan oleh seratusan anggota TNI ke banyak fasilitas milik masyarakat dan kepolisian di Ciracas.

Kemudian, dia harus menyikapi dengan elegan tindakan mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan sejumlah purnawirawan yang berorasi di TMP Kalibata. Namun ketegasan yang paling meraih simpatik publik dan mendapat peliputan luas dari media adalah ketika Dudung memerintahkan anak buahnya membersihkan berbagai spanduk berwajah Rizieq Shihab yang dipasang FPI pada November 2020.

“Kenapa dibiarkan saja? Siapa dia (Rizieq Shihab) sampai bisa berbuat seenaknya tanpa menghormati aturan. Kalau perlu, bubarkan saja FPI,” katanya tegas kepada pers.

Pada akhir Mei 2021, Dudung diangkat sebagai Pangkostrad. Seorang stafnya sempat membisikan bahwa jabatan tersebut bukan puncak karir Dudung.

“Percaya saya, dia akan diplot sebagai KSAD,” ujarnya saat saya menyerahkan surat permohonan untuk wawancara dengan Dudung di Kodam Jaya.

Ternyata benar. Pada 17 November 2021 dia dilantik menjadi KSAD menggantikan Jenderal Andika Perkasa yang menjadi Panglima TNI.

Nyali dan ketegasan Dudung kembali diperlihatkan ketika dia menyemprot anggota Komisi I Effendi Simbolon. Politisi PDIP itu sebelumnya dikenal suka bicara nyablak, dan harus kena batunya saat menyinggung insitusi TNI di bawah Dudung.

“Komisi I itu semuanya bagus, kecuali dia (Effendi Simbolon). Gak usah takut, gak berpengaruh dia itu,” ujar Dudung.

Belakangan ini, dia seperti halnya KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak menunjukkan ketidaknyamanannya dengan berbagai pernyataan seolah TNI/Polri tidak netral selama masa kampanye pilpres. Salah satunya Dudung menilai pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri tendensius.

“Pernyataan Bu Mega itu tendensius, tuduhan yang tidak berdasar. Menurut saya TNI/Polri gak usah takuk dengan ocehan-ocehan seperti itu. Kenapa (dia) tak bilang supaya BIN (Badan Intelijen Negara) juga netral dong,” kata Dudung.

Dia merujuk kasus beredarnya pakta integritas yang ditandatangani oleh Kepala BIN Daerah Papua Barat Brigjen TNI Tahan Sopian Parulian Silalaban. Pakta integritas itu tertulis pernyataan untuk memenangkan Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024.

Di Pilpres ini, untuk pertama kalinya Dudung Abdurachman sebagai pensiunan TNI mendeklarasikan afiliasi politiknya ke pasangan Prabowo – Gibran. Sebagai pensiunan KSAD, secara kepangkatan dia tak akan punya kendala psikologis bila Jokowi menunjuknya sebagai Menko Polhukam.

Hanya saja untuk menjaga netralitas akan lebih baik bila penunjukkannya dilakukan setelah pencoblosan 14 Februari 2024. Tentu saja siapa yang figur yang benar-benar kelak akan dipilih Jokowi untuk menggantikan posisi Mahfud Md tersebut, ya cuma Presiden dan Tuhan yang tahu. (Keterangan Foto: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bersama Deputi III Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo saat rapat di gedung Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, pada Selasa (12/9/2023).(Dok. Kemenko Polhukam). (Dtc)

Komentar