Kemenkes: Terapkan Prokes, Omicron Cenderung Tidak Bergejala

Kesehatan934 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengimbau masyarakat untuk tetap terus melakukan protokol kesehatan karena varian Omicron virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 menyebabkan penderita COVID-19 cenderung tidak bergejala.

“Kita tetap mengimbau masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dikarenakan Omicron cenderung tidak bergejala,” katanya dalam webinar bertema “Indonesian Congress Symposium on Combating COVID-19 Pandemic without Boundaries” di Jakarta, Minggu (16/1/2022).

Ia menjelaskan bukan hanya Indonesia, tapi hampir seluruh masyarakat dunia dihadapkan pada tantangan munculnya varian Omicron yang lebih cepat menular dibandingkan varian Delta, di mana Omicron cenderung tidak bergejala dan menyebabkan gejala ringan pada penderita COVID-19.

“Kita tahu gejala yang ditimbulkan cenderung tidak bergejala dan gejalanya sangat ringan, batuk, pilek yang akan bisa hilang dengan sendirinya,” katanya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengimbau masyarakat untuk tetap terus melakukan protokol kesehatan karena varian Omicron virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 menyebabkan penderita COVID-19 cenderung tidak bergejala.

Kemenkes juga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan penguatan pengujian dan pelacakan kontak untuk segera melokalisasi potensi-potensi terjadinya kluster ataupun lonjakan kasus COVID-19.

Selain itu, kata dr Siti Nadia Tarmizi , kegiatan pengurutan genom menyeluruh (whole genom sequencing) terus diperkuat dan dilakukan untuk melacak keberadaan berbagai varian virus penyebab COVID-19 dan melokalisasi secara cepat bila terjadi kasus Omicron.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memperkirakan puncak kasus Omicron akan terjadi pada awal Februari mendatang.

Hal itu berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengalaman negara lain, di mana varian Omicron mencapai puncaknya dalam kisaran waktu 40 hari, lebih cepat dari varian Delta.

“Untuk kasus Indonesia, kita perkirakan puncak gelombang karena Omicron akan terjadi pada awal Februari,” katanya.

Kendati demikian, sebagian besar kasus yang terjadi diperkirakan akan bergejala ringan, sehingga pemerintah menyiapkan strategi yang berbeda dengan penanganan varian Delta.

“Namun syaratnya kita semua harus disiplin. Saya ulangi, kita semua harus disiplin, dan kita semua harus kompak. Keberhasilan kita mengendalikan varian Omicron tidak mungkin dapat dicapai tanpa kerja sama semua pihak, terutama dalam menjalankan protokol kesehatan,” katanya. (R1/ANT)