Jakarta, Karosatuklik.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bertindak tegas terhadap peredaran game online karena berdampak buruk terhadap anak.
Anggota KPAI, Kawiyan mengatakan kehadiran game online cukup berdampak buruk bagi anak-anak terutama permainan yang mengandung kekerasan. Sudah banyak kasus dengan korban anak yang disebabkan game online, seperti kasus pornografi anak di Bandara Soekarno-Hatta yang dalam perkembangannya juga disangkakan sebagai kejahatan perdagangan orang.
“Selain kasus di Soetta (Bandara Soekarno-Hatta), ada kasus anak membunuh orang tuanya, semua berawal dari game online. Dan masih banyak lagi kasus-kasus kriminal karena dampak dari game online,” katanya.
Untuk itu, KPAI mendesak Kementerian Kominfo segera menerbitkan aturan sehingga game online yang mengandung kekerasan dan seksualitas dapat diblokir atau membatasi penggunaan game online.
“Kominfo harus tegas, blokir atau batasi. Selain itu, peran keluarga dan sekolah juga harus ditingkatkan, orang tua harus ketat mengawasi anak-anak saat main game online,” ujarnya.
Dia mengatakan banyak dampak negatif ditimbulkan dari berbagai game online, seperti game perang-perangan terhadap anak.
“Banyak dampak negatif bagi anak-anak kita, sekarang ini banyak anak-anak kita berkata kasar karena game online. Sungguh sangat berbahaya game online itu bagi anak-anak kita,” ucapnya.
KPAI juga meminta perusahaan game tersebut ikut bertanggung jawab terhadap dampak buruk yang ditimbulkan kepada anak-anak.
“Perusahaan game juga harus bertanggung jawab. Dampak buruknya sudah luar biasa, jadi pemerintah dan kita semua jangan anggap enteng masalah ini, ini sudah serius dan pemerintah harus mengeluarkan kebijakan khusus soal game-game online ini,” katanya.
Kelompok Teroris Mulai Rekrut Anggota Baru Lewat Game Online
Sekedar mengingatkan kembali, Pengamat Intelijen dan Keamanan Nasional Stepi Anriani mengatakan perekrutan calon teroris jaringan internasional sudah masuk ke Indonesia melalui game daring atau online, sehingga para orang tua diingatkan untuk sering memantau game yang diikuti anak.
“Perekrutan calon teroris jaringan internasional yang sering melalui media sosial, tapi sekarang sudah dilakukan pula melalui game daring yang memang digemari remaja dan anak-anak,” ujar Anriani di Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kaltim di Samarinda, Rabu (11/10/2023).
Untuk itu, ia mengajak para orang tua, terutama kaum ibu, aktif memantau ketika anak memainkan gawai, baik gawai yang digunakan untuk medsos maupun untuk main game daring. Namun pemantauan ini dilakukan secara lembut dan melihat situasi agar anak tidak tersinggung.
Ia melanjutkan, pola yang dilakukan oleh perekrut awalnya adalah melalui percakapan saat bermain game daring, dimulai dari asal negara atau asal daerah, dilanjutkan dengan hal lain yang kemudian sampai pencucian otak untuk anggota baru yang disiapkan menjadi teroris.
Perekrut dari ISIS, misalnya, dalam pencucian otak kepada calon teroris, selalu melakukan propaganda agama sehingga anggota baru yang tidak memiliki landasan agama dengan benar, maka akan mudah terpengaruh dan rela bergabung, kemudian berjuang untuk ISIS.
“Padahal ISIS berjihad bukan untuk agama, namun mereka berjuang untuk kekuasaan dan untuk teritorial, sedangkan mereka membungkus perjuangan demi agama, tujuannya adalah untuk menarik simpati orang yang seagama,” katanya.
Giat yang dibuka oleh Maira Himadhani, selaku Subkoordinator Partisipasi Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini mengangkat tema “Perempuan Teladan, Optimis dan Produktif (TOP), Cerdas Digital, Satukan Bangsa”.
Maira mengatakan, radikalisme dan terorisme menjadi salah satu tantangan besar bagi keamanan masyarakat dan kedaulatan bangsa.
Hasil survei oleh BNPT tahun 2020 menyatakan, faktor yang paling efektif dalam mereduksi potensi radikalisme secara berturut turut adalah diseminasi sosial media, Internalisasi kearifan lokal, perilaku kontra radikal, dan pola pendidikan keluarga pada anak.
Perempuan memiliki posisi sangat vital dalam keluarga, bahkan dalam masyarakat secara lebih luas, bahkan perempuan memiliki peran strategis dalam membentengi keluarga dan masyarakat dari segala bentuk penyebaran dan ajakan kelompok radikal terorisme.
“Seorang Ibu bisa menjadi partner dialog bagi anaknya, kemudian sebagai seorang istri, perempuan bisa menjadi partner diskusi suaminya dalam berbagai hal, termasuk dalam pemahaman ajaran agama yang diharapkan menjadi filter awal/ pendeteksi awal dari setiap kejanggalan yang ditemukan dalam keluarga,” katanya. (Inilah.com)
Komentar