Satgas TPPO Selamatkan 2.778 Korban dan Tetapkan 1.037 Orang Tersangka

Headline1705 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Polri berhasil menyelamatkan 2.778 orang dan menetapkan 1.037 tersangka.

Adapun data itu berdasarkan hasil analisis dan evaluasi penanganan TPPO satuan kerja Bareskrim Polri dan jajaran polda periode 5 Juni-10 Oktober 2023.

“Jumlah korban TPPO yang diselamatkan sebanyak 2.778 orang, jumlah tersangka pada kasus TPPO sebanyak 1.037 orang,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam keterangannya, Selasa (10/10/2023).

Menurut Ramadhan, penetapan tersangka itu berdasarkan laporan polisi sebanyak 861. Sementara modus yang dilakukan oleh ratusan tersangka tersebut, yaitu pekerja migran atau pembantu rumah tangga, anak buah kapal (ABK), pekerja seks komersial (PSK), dan eksploitasi anak.

Dikatakan Ramadhan, pengungkapan dan penindakan TPPO itu berjalan optimal setelah dibentuk Satgas TPPO tanggal 5 Juni 2023 atas perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

“Satgas TPPO Untuk melakukan penindakan dan pencegahan tindak pidana perdagangan orang secara tegas,” ucapnya.

Korban Tak Koperatif Penyebab Satgas TPPO Sulit Ungkapkan Kasus

Sekedar mengingatkan kembali, maraknya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Tanah Air menjadi sorotan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dengan mengerahkan jajarannya membentuk satuan tugas (Satgas) TPPO. Kasubdit V Dittipidum Bareskrim Polri, AKBP Aris Wibowo beberkan tidak kooperatifnya korban menjadi faktor kendala besar penegakan hukum dalam menangani kasus tersebut.

“Hambatan yang memang kami alami khususnya dalam hal penanganan terhadap korban seringkali korban tidak koperatif,” ujar Kasubdit V Dittipidum Bareskrim Polri, AKBP Aris Wibowo, dalam kesempatan diskusi TPPO peringatan World Day Agaist Trafficking in Persons, di Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS), pada Jum’at, (28/7/2023) lalu.

Dalam pelaksanaan di lapangan, satgas menemukan korban sulit melakukan kerja sama dengan petugas penegak hukum, serta minimnya edukasi menjadikan korban tak sadar dirinya sebagai korban. Tak hanya korban yang sulit dimintai keterangan, ternyata pelaku dan korban memiliki hubungan teman dekat atau kerabat.

Selain itu, korban terlibat sebagai perekrut dan berpotensi disalahkan dan korban kembali ke luar negeri saat proses penyidikan berlangsung.

“Korban tidak merasa dirinya sebagai korban, beberapa pemulangan korban misalnya dari Kamboja sektor online scam ini setelah sampai di Indonesia kita coba untuk bujuk, kita ambil keterangan, kita interogasi awal minta menjelaskan tentang upaya-upaya perekrutan dilakukan oleh para tersangka, kadang mereka tidak bersedia disebutkan bahwa dirinya itu sebagai pekerja TPPO,” jelasnya.

Selain faktor kooperatif dari korban, yang kedua minimnya informasi yang dimiliki korban terkait identitas pelaku atau rekruiter turut menjadi kendala. Dalam paparannya, pelaku memiliki modus operandi yang beragam, antara lain menjadikan media sosial corong penyebaran tawaran pekerjaan palsu, mengiming imingi korban kemudahan bekerja dengan upah besar.

Faktor ketiga, pelaku menghilangkan barang bukti dan melarikan diri, keempat koordinasi antar kementerian dan lembaga yang masih lemah, kelima perbedaan persepsi saksi korban sebagai alat bukti pemenuhan unsur eksploitasi untuk menentukan langkah hukum, keenam perpedaan sistem hukum yang berlaku di luar negeri dalam upaya penanggulangan TPPO, ketujuh beredar luas peluang iklan rekruter di media sosial, dan kedelapan partisipasi masyarakat yang masih rendah. (R1/BeritaSatu)

Berita Terkait:

  1. Restrukturisasi Satgas TPPO Penting untuk Berantas Keterlibatan Oknum Negara
  2. Kapolri: Tindak Tegas Siapa Saja yang Terlibat Perdagangan Orang!
  3. Imigrasi Perketat “Profiling” Pemohon Paspor Demi Cegah TPPO
  4. Kepala BP2MI: Kita Mulai Perang Lawan Sindikat Perdagangan Orang
  5. Kapolri Bakal Sanksi Anggota yang Tidak Serius Tangani Kasus Perdagangan Orang

Komentar