Sekolah Negeri ‘Nekat’ Jualan Seragam

Catatan Redaksi997 x Dibaca

Kabanjahe, Karosatuklik.com – Berbagai kalangan mengkritik praktek pengadaan seragam di sekolah yang cenderung menjadi bentuk pungutan. Salah satu, praktisi hukum Robert Tarigan, SH berpendapat bahwa praktik tercela ini penindasan memanfaatkan momen, terutama di sekolah negeri yang menerima dana bantuan dari pemerintah.

“Artinya, seharusnya sekolah negeri tidak melakukan pungutan apapun,” tegasnya, Kamis (27/7/2023) di Kabanjahe.

Lawyer dan Konsultan Hukum Robert Tarigan, SH melihat peran komite sekolah sangat penting dalam menangani masalah ini. Menurutnya, komite sekolah perlu turun tangan ketika terdapat masalah yang menghambat jalannya pendidikan, salah satunya soal pembelian seragam. Namun mirisnya, justru komite sekolah berubah fungsi menjadi stempel.

Dalam observasinya di lapangan, para siswa minimal memiliki 5 jenis seragam sekolah yang berbeda dengan harga yang berfariasi mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah, yakni:

  1. Seragam Putih Abu-abu (SMA/SMK) dan warna lain sesuai jenjang SD dan SMP
  2. Seragam olahraga
  3. Seragam Pramuka
  4. Seragam Jumat bagi yang muslim
  5. Seragam khas daerah atau sekolah seperti batik

“Selain seragam sekolah, orang tua harus memenuhi kebutuhan sekolah lainnya yaitu sepatu, atribut sekolah lain, tas, dan buku, belum lagi biaya kosan,” ucap dia.

“Komite sekolah harusnya berani mengambil sikap terhadap tata kelola sekolah yang ‘tidak wajar’. Dalam hal ini, termasuk masalah pengadaan seragam, maupun modus-modus kutipan lain yang memberatkan orang tua siswa terlebih dimasa sekarang ekonomi masyarakat Karo sangat terpuruk,” katanya.

Pengawas sekolah dan pemerintah daerah juga memiliki peran yang tak kalah penting, menurut pengacara ini. Dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, tidak tercantum aturan yang jelas mengenai pengadaan seragam.

“Kemendikbud Ristek menyerahkan sepenuhnya regulasi mengenai pengadaan seragam kepada pemerintah daerah setempat. Jika terdapat praktik jual beli seragam di sekolah, kasus tersebut harus segera dilaporkan ke komite sekolah, pengawas sekolah dan pemerintah daerah,” paparnya.

Dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah pasal 13, tertera bahwa sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan atau membebani kepada orang tua atau wali Peserta Didik untuk membeli pakaian seragam.

Jikalau pun sekolah ingin membantu pengadaan seragam sekolah, mereka harus memprioritaskan Peserta Didik yang kurang mampu untuk membeli seragam secara ekonomi, sebut dia,

Praktik jual beli seragam yang mencurigakan, di mana terdapat unsur pemaksaan dan mencari keuntungan, menurut Robert Tarigan, perlu menjadi sorotan. Tak kalah pentingnya, sorotan terhadap pengutipan SPP tiap bulan kepada para siswa. Dia berharap maladministrasi yang dilakukan oleh kepala sekolah ini mendapat atensi pihak berwenang untuk menindak tegas mengatasi masalah ini dan menjaga hak-hak siswa serta orang tua.

Kalau pihak berwenang diam saja melihat ironi ini, tambahnya lagi, akan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan kita, nantinya setiap tahun pungutuan-pungutan liar akan terus bermunculan dengan berbagai dalih dan modus dan semakin membebani para orang tua siswa, simpul Robert Tarigan yang juga seorang jurnalis ini. (Redaksi1)

Komentar