Hari Kartini: Nasib Miris Basket Putri, Terabaikan Lalu Mati Suri

Sport1733 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Peringatan Hari Kartini tahun ini menjadi sebuah keprihatinan untuk basket putri Indonesia.

Betapa tidak, berbeda dengan kompetisi putra, Indonesian Basketball League (IBL) yang mampu bergulir di tengah pandemi Covid-19, Srikandi Cup yang merupakan kejuaraan tertinggi di basket putri Tanah Air hampir pasti tak bergulir.

Koordinator Srikandi Cup, Deddy Setiawan mengatakan, mahalnya biaya penyelenggaraan di tengah pandemi Covid-19 menjadi penyebab mengapa Srikandi Cup 2021 takkan bergulir.

Srikandi Cup sendiri sudah menyerahkan nasib para pemain putri ke tangan Pengurus Pusat Persatuan Basket Seluruh Indonesia.

Jika melihat perjalanan kompetisi putri Indonesia, rasanya memang cukup miris.

Sepi penonton sudah menjadi makanan kompetisi putri di Indonesia sejak bertahun-tahun lamanya.

Pertandingan basket putri memang tidak sesemarak basket putra. Bahkan, tidak jarang juga, sebuah pertandingan putri benar-benar tidak dihadiri penonton.

Hal ini tentu berimbas pada ogahnya perusahaan-perusahaan menyeponsori kompetisi basket putri.

Operator kompetisi di Indonesia juga dinilai malas-malasan menggarap kompetisi putri.

PT DBL Indonesia menjadi operator terakhir yang serius menyelenggarakan kompetisi putri.

Saat itu, kompetisi WNBL Indonesia diselengagrakan berdampingan dengan NBL Indonesia.

Namun, kompetisi tersebut pun mereka gagal mendatangkan animo penonton yang besar, berbeda jauh dengan NBL Indonesia.

Saat kompetisi basket Indonesia beralih dari PT DBL Indonesia ke Starting 5 Sports and Entertainment, kompetisi basket putri memang berlanjut dengan nama WIBL.

Tapi itu hanya bertahan setahun. Bangkrutnya Starting 5 sebagai promotor membuat kompetisi basket Indonesia berpindah ke tangan PT Bola Basket Indonesia (PT BBI).

PT BBI ternyata hanya ingin menggelar IBL dan menghentikan WIBL, menyebabkan tim putri di Indonesia terkatung-katung karena tak memiliki induk.

Akhirnya, klub-klub putri Indonesia berinisiatif menggelar kompetisi sendiri, yaitu Srikandi Cup.

Namun, gelaran Srikandi Cup masih banyak kekurangan. Salah satu masalah besarnya adalah tidak semua pemain mendapatkan kontrak profesional.

Selain itu, dari namanya saja terlihat kalau Srikandi Cup bukanlah sebuah kompetisi atau liga melainkan hanya turnamen biasa.

Dan yang perlu dicatat, Srikandi Cup digulirkan secara bersama-sama oleh klub peserta tanpa keterlibatan operator.

Total, Srikandi Cup sudah menyelesaikan dua musim. Pada 2017-2018, Surabaya Fever keluar sebagai juara.

Sedangkan di musim 2018-2019, Fever mundur dari kompetisi dan memiih ikut Asian Women’s Basketball Invititation (AWBI).

Pada musim tersebut, Merpati Bali sukses memanfaatkan absennya Fever untuk menjadi juara.

Sedangkan pada musim ketiga, 2019-2020, kompetisi harus terhenti di tengah musim akibat pandemi Covid-19. (R1/skor.id)