Jakarta, Karosatuklik.com – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Nurhadi diyakini jaksa menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara sebesar Rp 83 miliar.
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar jaksa KPK, Lie Putra Setiawan, saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (2/3/2021).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan, dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” lanjut jaksa.
Jaksa juga menuntut menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, dengan pidana penjara 11 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Nurhadi dan Rezky juga diminta mengganti kerugian negara senilai Rp 83 miliar.
Adapun hal memberatkan bagi Nurhadi dan Rezky adalah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Nurhadi juga dinilai merusak citra MA.
“Terdakwa merusak citra lembaga Mahkamah Agung RI, terdakwa berbelit-berbelit tidak mengakui perbuatannya. Hal meringankannya, terdakwa belum pernah dihukum,” kata jaksa Lie.
Dalam tuntutannya, jaksa mengatakan Nurhadi melakukan transaksi dalam menangani perkara. Jaksa juga mengatakan Nurhadi melakukan pencucian uang.
“Di persidangan ini kita melihat adanya praktik transaksional oleh terdakwa 1 (Nurhadi) dan terdakwa 2 (Rezky Herbiyono), dan pihak-pihak yang sedang berperkara di lingkungan peradilan. Dalam kasus ini, kita bisa melihat suatu pola pencucian uang dengan metode blockchain di mana terdakwa berusaha mendapati uang, dan menempatkan dirinya sebagai puppets master atau sang dalang,” ungkap jaksa Lie.
Jaksa meyakini penerimaan suap Nurhadi itu melalui Rezky Herbiyono. Menurut jaksa, strategi yang digunakan Nurhadi untuk menutupi perbuatannya itu dengan memerintahkan Rezky mendirikan perusahaan.
“Hal ini dapat terlihat dimana terdakwa 1 dan terdakwa 2 menciptakan suatu struktur keuangan, dan perusahaan yang tidak terlihat di dalam perusahaan, dan struktur keuangan yang memiliki kontrol yang besar atas perusahaan, dengan ini sudah merambat ke semua aspek dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif,” ucap jaksa Lie.
Jaksa menyebut Nurhadi menerima suap Rp 45 miliar untuk membantu Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) agar keduanya membantu Hendra dalam mengurus perkara. Uang suap itu, kata jaksa, diberikan oleh Hiendra dan diberikan ke Nurhadi melalui Rezky.
“Terdakwa telah menerima uang senilai Rp 45.726.955.000, bahwa pemberian itu adalah suatu kehendak yaitu harapan saksi Hiendra Soenjoto agar terdakwa 1 dan terdakwa 2 membantu mengurusi perkara PT MIT vs PT KBN, dan permintaan tersebut dikehendaki oleh terdakwa 1 dan terdakwa 2, oleh karena itu dakwaan ke satu terbukti menurut hukum,” kata jaksa.
Lebih lanjut, Nurhadi juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 37,2 miliar. Uang gratifikasi ini diberikan oleh 5 orang dari perkara berbeda.
“Terdakwa 1 dan terdakwa 2 menerima uang berupa gratifikasi dari orang orang yang berperkara di pengadilan di antaranya dari 2012 sampai 2016 di antaranya dari Handoko Sutjitro, Renny Susetyo Wardani, Donny Gunawan, Freddy Setiawan, dan Riadi Waluyo yang diterima dengan menggunakan rekening atas nama Rezky Herbiyono, Calvin Pratama, Soepriyo Waskito Adi, Yoga Dwi Hartiar, dan Rahmat Santoso, yang seluruhnya berjumlah Rp 37.287.000.000 (miliar),” ujar jaksa.
Oleh karena itu, jika ditotal penerimaan suap dan gratifikasi, keduanya menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 83.013.955.000 (Rp 83 miliar).
Nurhadi dan Rezky disebut jaksa melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 dan 65 ayat 1 KUHP. (Dtc)