Ongkos Logistik RI Mahal, 95% Kargo Asal Belawan Harus Lewat Singapura

Sumut1020 x Dibaca

Jakarta, Karosatuklik.com – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat seluruh ekspor dari Pelabuhan Belawan, Sumatra Utara tidak langsung sampai ke negara tujuan. Kondisi ini membuat ongkos ekonomi lebih mahal karena biaya logistik yang bertambah.

Selama kurun Januari-Mei 2022, 95% total volume ekspor dari Pelabuhan Belawan singgah di Malaysia dan Singapura. Sehingga, waktu pengapalan barang ekspor dari Pelabuhan Belawan ke negara tujuan bertambah sekitar 34%, sedangkan ongkos pengapalan lebih mahal hingga 30%.

Sebagai simulasi, waktu pelayaran langsung dari Indonesia ke Amerika Serikat hanya perlu 23 hari, tapi waktu tersebut bertambah menjadi 31 hari karena singgah di Malaysia atau Singapura.

“Kami di Kementerian BUMN sedang berikhtiar untuk menjadikan Belawan sebagai pelabuhan ekspor yang melayani direct call,” kata Menteri BUMN Erick Thohir dalam keterangan resmi, Selasa (12/7/2022).

Menteri BUMN RI Erick Thohir memberikan keterangan pers salah mengenai satunya tentang arahan Menteri BUMN kepada PLN terkait pasokan batu bara ke PLN, di Jakarta, Rabu (19/1/2022). BeritaSatu Photo/Mohammad Defrizal

Secara rinci, sebanyak 51% total volume ekspor dari Pelabuhan Belawan singgah di Malaysia sebelum ke negara tujuan. Adapun, total volume ekspor yang singgah di Singapura adalah 44%, sedangkan yang singgah di Thailand sebesar 5%. Badan Pusat Statistika (BPS) mendata negara tujuan ekspor dari Sumatra Utara mencapai lebih dari 30 negara.

Berdasarkan volume barang ekspor, negara tujuan ekspor yang mendominasi adalah Cina atau sebesar 16%. Negara tujuan ekspor lainnya yang berasal dari Sumatra Utara adalah India (6,7%), Jepang (6,2%), dan Amerika Serikat (4%).

Kontribusi Malaysia dan Singapura dalam negara tujuan ekspor kurang dari 2% berdasarkan volume barang ekspor. Berdasarkan data PT Pelindo, volume barang ekspor yang keluar dari Pelabuhan Belawan mencapai 550.871 TEUs peti kemas.

Dari seluruh volume tersebut, sebanyak 59% singgah di Malaysia, 25% singgah di Singapura, dan 16% singgah di Thailand, Taiwan, dan beberapa negara lain.

Tidak hanya Pelabuhan Belawan, sebagian besar pelabuhan ekspor di Pulau Sumatra hanya sebagai pelabuhan pengumpan (feeder) ke Malaysia atau Singapura. Erick menilai praktik ini menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan lantaran biaya logistik dibayarkan dalam Dolar Amerika Serikat.

Bank Indonesia mencatat defisit neraca jasa transportasi Indonesia mencapai US$ 6,28 miliar pada 2021. Sebanyak 99% dari defisit neraca tersebut atau senilai US$ 6,23 miliar berasal dari jasa pengangkutan barang via laut atau sea freight.

Berdasarkan data BPS, total nilai ekspor Indonesia dengan menggunakan moda transportasi laut mencapai US$ 150,2 milyar atau 92,06% dari total ekspor nasional pada 2020.

Berat ekspor yang diangkut transportasi laut mencapai 573,4 juta ton. Moda transportasi udara di urutan kedua dengan nilai ekspor sebesar US$ 11,06 miliar atau 6,78% total ekspor nasional. Berat ekspor yang diangkut transportasi udara sebanyak 123,2 ribu ton.

Moda transportasi yang berada di urutan berikutnya yakni transportasi pipa, darat, dan pos yang masing-masing sebesar US$ 1,78 milyar (1,10%), US$ 54,4 juta (0,03%), dan US$ 49,9 juta (0,03%).

Berat ekspor ketiga moda transportasi tersebut adalah 6,04 ribu ton, 92,7 ribu ton, dan 1,1 ribu ton. Sebagai informasi, komoditas ekspor nonmigas memiliki kontribusi terbesar dari total ekspor nasional yakni 94,94%, sementara ekspor migas sebesar 5,06%. Nilai ekspor nonmigas nasional mencapai US$154,9 milyar pada 2020. (Katadata.co.id)