Sungguh Ironis, Pemilik Lahan Masuk Penjara Hanya Karena Meratakan Tanahnya Sendiri, TKP di Pelalawan

Nasional1012 x Dibaca

Pekanbaru, Karosatuklik.com – Negara atau Pemerintah harus hadir dalam perkara atau kasus seperti yang dialami warga berinisial JS di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Jangan sampai negara tidak peduli dengan warga negaranya sendiri.

Tujuan penegakan hukum itu sendiri adalah keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Undang-undang memang sudah ada mengaturnya, namun pertanyaannya apakah Undang-undang tidak memberikan keberpihakan kepada pemilik lahan sendiri.

Hal itu diungkapkan praktisi hukum John L Situmorang dari dari Kantor Hukum John L Situmorang & Partners kepada Redaksi Karosatuklik.com via telepon seluler dari Jakarta, Sabtu (7/5/2022) malam.

Menurut John L Situmorang, tujuan Undang-undang itu dibuat untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak, bukan juga untuk membuat masyarakat sengsara, ucapnya.

Lanjut dia, jika ada masyarakat melakukan dugaan tindak pidana akibat ketidaktahuan mengetahui bagaimana proses pengurusan izin, nah disinilah seharusnya pemerintah hadir mengedukasi rakyatnya. “Bagaimana tanggungjawab Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Kabupaten kepada rakyatnya. Apakah sudah pernah disosialisasikan Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara kepada rakyatnya, sebut John L Situmorang.

Jika belum pernah memberikan edukasi maupun sosialisasi kepada rakyat maka pemerintah harus ikut bertanggungjawab jika ada rakyatnya melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang tersebut hanya karena ketidaktahuannya sehingga dirinya harus masuk penjara. “Sungguh sangat ironis, di negeri sendiri, anak bangsa sendiri dipenjarakan hanya akibat ketidaktahuannya terkait Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara, hanya karena meratakan tanah atau lahan miliknya sendiri,” kecam John L Situmorang.

Sungguh Ironis, Pemilik Lahan Masuk Penjara Hanya Karena Meratakan Tanahnya Sendiri, TKP di Pelalawan

Sementara disisi lain, John L Situmorang dari dari Kantor Hukum John L Situmorang & Partners, menyebutkan, kita ketahui untuk pengaturan mengenai pertambangan mineral dan batubara yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dinilai masih belum dapat menjawab perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara, sehingga perlu dilakukan perubahan agar dapat menjadi dasar hukum yang efektif, efisien, dan komprehensif dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara.

“Oleh sebab itu, Pemerintah bersama DPR-RI telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada tanggal 3 Juni 2020,” sebut JLS yang juga pengacara media Karosatuklik.com.

Terkait dengan hal tersebut salah satu kententuan dalam pasal 173C Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 adalah adanya penghentian sementara kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara terkait penerbitan izin baru untuk jangka paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 berlaku (berlaku 10 Juni 2020).

Persoalannya sekarang, apakah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada tanggal 3 Juni 2020 sudah ter-sosialisasikan ke masyarakat.

“Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan, yang penyelenggaraannya masih terkendala kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, perizinan, perlindungan terhadap masyarakat terdampak, data dan informasi pertambangan, pengawasan, dan sanksi, sehingga penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara kurang berjalan efektif dan belum dapat memberi nilai tambah yang optimal,” tegasnya.

Kembali ke masalah hukum yang dihadapi warga berinisial JS di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Raiu, sungguh sangat ironis. “Hal itu setidaknya menjadi catatan buram dalam penegakan hukum di negeri ini menjelang usia negeri ini 77 tahun merdeka. Jangan sampai negara tidak peduli dengan warga negaranya sendiri,” pungkas praktisi hukum John L Situmorang memungkasinya. (R1)